JAKARTA, duniafintech.com – Pemerintah perpanjang insentif ekspor sawit, yang awalnya berlaku sejak 15 Juli 2022 menjadi 1 November 2022.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan penetapan Pungutan Ekspor (PE) menjadi US$0/MT, awalnya berlaku sejak 15 Juli 2022 diperpanjang menjadi 1 November 2022.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan kebijakan perpanjang insentif ekspor sawit tersebut diterapkan karena Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel lebih rendah daripada HIP Solar sehingga belum ada pembayaran insentif biodiesel. Maka dari itu, tarif PE sebesar US$0/MT dipepanjang sampai harga referensi CPO lebih besar sama dengan US$800/MT.
“Insentif ini kita pertahankan, tarif US$0/MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan US$800/MT. Karena sekarang harganya masih sekitar US$713/MT, jadi tarif PE US$0/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke US$800/MT, tarif PE US$0/MT tersebut tidak berlaku,” kata Airlangga.
Baca juga: Kinerja Ekspor Indonesia Tumbuh Positif, Sawit Berperan Penting
Perpanjang insentif ekspor sawit, dia mengharapkan dengan adanya penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor dapat memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri.
Masih terkait insentif ekspor sawit, pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat. Ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.
Baca juga: Perusahaan Sawit yang Tak Dukung Pengendalian Harga Minyak Goreng Siap-siap Diaudit
Perpanjang Insentif Ekspor Sawit dengan Beragam Tujuan yang Baik
Selain insentif ekspor sawit itu, Airlangga mengugkapkan pemerintah memutuskan untuk melakukan percepatan realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti yakni akan dilakukan pembahasan lebih lanjut melalui tim teknis yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan BPDPKS serta mendorong penanaman tanaman sela di lahan PSR yang mencakup komoditas jagung, kedelai dan sorgum sebagai bagian dari program ketahanan pangan.
“Terkait PSR ini juga perlu dilakukan perbaikan agar selisih harga TBS pekebun mitra dan non mitra semakin mengecil dan Rakor Komrah berikutnya khusus PSR dilakukan pada pertengahan November agar dapat diperoleh perencanaan PSR dalam kerangka penanaman tanaman sela pada Desember 2022,” kata Airlangga.
Baca juga: Masih Menunggu Aturan DMO-DPO, Harga Kelapa Sawit Belum Terdongkrak Naik
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com