Site icon Dunia Fintech

Jelang Tutup Tahun, Harga Cabai Rawit Merah Makin “Pedas”, Harga Telur Meroket

harga bahan pokok cabai merah dan telur

JAKARTA, duniafintech.com – Menjelang tutup tahun 2021, harga sejumlah bahan pokok seperti cabai rawit merah, telur ayam ras, dan minyak goreng terus mengalami kenaikan. Melangsir dari infopangan.jakarta.go.id, seperti diberitakan Detikcom, Selasa (28/12), untuk harga minyak goreng curah saat ini masih mengalami kenaikan, yakni di level Rp19.670 per kilogram.

Kemudian, untuk cabai rawit merah harga semakin “pedas”. Pasalnya, kini, harganya sudah di level Rp103.255 per kilogram. Di samping itu, telur ayam ras pun harganya masih tercatat meroket naik, yakni Rp617 per kilogram sehingga kini harganya menjadi Rp31.021/kg.

Adapun harga cabai rawit merah di Jakarta Barat rata-rata Rp100 ribu per kilogram dan di Jakarta Pusat Rp105 ribu per kilogram. Untuk di Jakarta Selatan, harga cabai rawit merah dipatok Rp101.250 per kilogram.

Urutan pertama ditempati oleh Jakarta Timur, dengan harga mencapai Rp110 ribu per kilogram. Menyusul di belakangnya, ada Jakarta Utara dengan harga Rp105 ribu per kilogram.

Di sisi lain, untuk harga telur ayam ras di Jakarta Barat adalah Rp32 ribu per kilogram, Jakarta Pusat Rp31 ribu per kilogram, Jakarta Selatan Rp30.800 per kilogram, Jakarta Timur Rp29.333 per kilogram, dan Jakarta Utara Rp31.750 per kilogram.

Untuk harga minyak goreng curah di Jakarta Barat mencapai Rp20 ribu per kilogram, Jakarta Pusat Rp19.500 per kilogram, Jakarta Selatan Rp19.800 per kilogram, Jakarta Timur Rp19 ribu, dan Jakarta Utara Rp20 ribu per kilogram.

Pedagang pun bersiasat

Imbas dari naiknya harga pangan, mulai dari cabai sampai dengan bawang, dirasakan langsung oleh pengelola warung makan. Bahkan, ada pedagang nasi Padang yang menyiasatinya dengan mengurangi bumbu yang disajikan kepada pembeli. Meski begitu, juga ada pedagang yang pasrah dengan kondisi saat ini.

Menurut Indra, seorang pedagang nasi Padang, terkait kenaikan harga bumbu-bumbu dapur ini, warungnya terpaksa mengurangi porsi bumbu, sedangkan harganya tidak berubah.

“Ya paling pakainya dikurangin, bumbunya dikurangin,” ucapnya, kemarin (27/12).

Disampaikannya, tidak ada pembeli yang komplain atas keputusan mengurangi porsi bumbu di tiap porsi nasi Padang tersebut. Ia mengakui, dirinya merasakan harga bumbu dapur naik sejak pertengahan Desember.

Bisnis ayam bakar juga merasakan hal yang sama. Menurut pengelola Ayam Bakar Mas Toro, di Depok, yang menyajikan hidangan dengan sambal pedas khas bernama sambal ndawer, lantaran harga cabai terus naik, pihaknya mengenakan biaya tambahan sebesar Rp3.000/porsi untuk sambalnya.

“Kami ada kebijakan untuk sambal tertentu. Kalau di kami, sambal ndawer itu kami kasih harga, sebelumnya nggak bayar, nggak ada tambahan biaya. Akhirnya, setelah cabai naik, ini (harganya) kami kasih tambahan Rp 3.000 kalau mau sambal yang ndawer,’” ujar Ahmad selaku pemilik warung ayam bakar tersebut.

Atas keputusan mengenakan biaya tambahan untuk sambal, ia pun banyak mendapat pertanyaan dari para pelanggan. Dalam hal ini, Ahmad mencoba menjelaskan apa adanya terkait situasi dan kondisi yang tengah dihadapinya.

“Sejauh ini, belum ada (komplain), tapi mereka pada nanya, ‘Kok sekarang ada biayanya?’. Ya kami jelasinlah bahwa ada kenaikan harga cabai, kenaikannya juga sangat tinggi, jadi berefek pada penjualan,” tuturnya.

Senada, pedagang warteg pun kini tengah dipusingkan oleh harga kebutuhan pokok yang terus meroket. Pasalnya, sebagian menu membutuhkan cabai, minyak goreng, hingga telur, sedangkan harga bahan pokok itu kini terus melonjak tajam.

Menurut Ketua Koordinator Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, kenaikan harga kebutuhan pokok ini selalu terjadi setiap momen Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain, ia mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang seakan tidak sigap dengan gejolak harga yang terjadi setiap tahun.

“Para pedagang warteg menyikapi beberapa harga komoditi yang menjadi bahan baku menu warteg cukup prihatin dan keberatan karena pemerintah belum bisa mengantisipasi kenaikan harga-harga komoditi. Harusnya, pemerintah sigap dengan gejolak harga tiap tahunan,” sebutnya.

Namun, para pengusaha warteg sejauh ini masih belum menaikkan harga menu lantaran mempertimbangkan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Namun, kalau kenaikan bahan pokok ini berlanjut sampai 2022, imbuhnya, bukan tidak mungkin pihaknya akan menaikkan harga.

“Kami menunggu waktunya. Biasanya, ini ritual tahunan. Kalau sudah melewati tahun baru, biasanya turun. Kalau tidak, ya kami kurangi porsinya atau naikin harga,” bebernya.

“Sementara kami untung sedikit, bertahan supaya pelanggan tidak lari, apalagi masih suasana pandemi, tidak tega menaikkan harga, sementara daya beli rakyat belum pulih.”

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version