JAKARTA, duniafintech.com – Peluncuran dan peresmian program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai program pelengkap dari BPJS Ketenagakerjaan akan dilakukan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo, bertempat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/2/2022).
“Insya Allah Selasa (22/2022) besok (hari ini, red) rencananya akan diresmikan oleh Presiden,” ucap Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, dikutip dari Kompas.com, Selasa (22/2/2022).
Adapun peluncuran program baru ini seolah melengkapi aturan baru terkait batas usia klaim JHT menjadi usia minimal 56 tahun yang berlaku mulai 4 Mei 2022. Aturan ini tersemat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
JKP sendiri dapat dimanfaatkan oleh pekerja yang terkena PHK dari kantor sehingga tidak perlu lagi mencairkan sebagian dana JHT apabila tidak mendesak. Peserta nantinya bakal menerima beragam manfaat dari JKP saat mengklaim hingga batas waktu 3 bulan setelah ter-PHK.
Sejumlah manfaat ini, di antaranya manfaat uang tunai, pelatihan, sampai dengan akses ke pasar kerja sehingga lebih mudah mencari pekerjaan. Di samping itu, masyarakat pun tidak perlu membayar iuran tambahan.
Dikatakan Pps Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Dian Agung Senoaji, sumber iuran JKP berasal dari rekomposisi dan subsidi iuran dari pemerintah.
Klaim JKP pun sudah efektif berlaku sejak 1 Februari 2022, selama memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan terakhir sebelum terjadi PHK, dimana 6 bulan dari 12 bulan masa iur tersebut dibayar berturut-turut.
“Sumber pendanaan JKP berasal dari rekomposisi dari iuran Jaminan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm), dan subsidi iuran dr pemerintah,” katanya.
Lantas, bagaimana perhitungan alias hitung-hitungannya?
Dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan diketahui bahwa manfaat uang tunai diberikan selama 6 bulan setelah pekerja yang terkena PHK diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan dan memenuhi syarat sebagai penerima.
Besarannya dihitung dengan formulasi 45 persen × upah × 3 bulan pertama dan 25 persen × upah × 3 bulan terakhir. Perlu digarisbawahi, upah yang digunakan, yaitu upah terakhir yang dilaporkan, dengan batas upah Rp5 juta.
Misalkan, kalau upah mencapai Rp5 juta/bulan maka manfaat yang diterima sebesar Rp10,5 juta, dengan rincian sebagai berikut:
45 persen × Rp5 juta × 3 = Rp6,75 juta
25 persen × Rp5 juta × 3 = Rp3,75 juta
Total = Rp6,75 juta + Rp3,75 juta = Rp10,5 juta
Lebih besar ketimbang JHT
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sempat menyatakan bahwa manfaat uang tunai yang diterima pekerja ketika mengklaim JKP akan lebih besar ketimbang manfaat yang dapat diklaim dari JHT saat pekerja ter-PHK.
Sesuai perhitungannya, manfaat JHT saat pekerja terkena PHK hanya Rp7,19 juta atau lebih kecil daripada manfaat JKP yang sebesar Rp10,5 juta.
“Dengan mekanisme yang lama, dengan JHT dapat iurannya adalah 5,7 persen (dari gaji) Rp5 juta, yaitu Rp285.000 dikali 24 bulan, yaitu Rp6,84 juta dan tambahan 5 persen, lalu pengembangan 2 tahun Rp350.000 sehingga mendapatkan Rp7.190.000. Secara efektif, regulasi ini memberikan Rp10,5 juta dibanding Rp7,1 juta,” kata Airlangga.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra