Site icon Dunia Fintech

Tergerus Digitalisasi, Kantor Cabang Bank Diperkirakan Hilang 7 Tahun Lagi

kantor cabang bank

JAKARTA, duniafintech.com – 2.593 kantor cabang bank telah ditutup dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dari 2017 hingga Agustus 2021. Data tersebut diungkap oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akselerasi digital ditengarai sebagai penyebab utama.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, gelombang penutupan kantor cabang bank akan terus berlangsung pada tahun-tahun mendatang.

Penutupan kantor cabang ini, menurutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah terkait efisiensi. Pasalnya, dengan berkurangnya transaksi offline yang dilakukan nasabah, membuat kantor cabang sepi pengunjung, sementara biaya operasional terus berjalan.

Sejak pandemi Covid-19 nasabah lebih senang bertransaksi secara digital. Hal ini pun telah difasilitasi oleh bank dengan memperkokoh layanan digitalny, sehingga transaksi, pengajuan kartu kredit, hingga pembukaan rekening dapat dilakukan secara digital.

“Selama ini biaya sewa kantor cabang, biaya perawatan, interior sampai biaya karyawan relatif mahal. Kalau bank bisa potong semua biaya tadi dengan digitalisasi maka laba bank akan lebih gemuk, katanya kepada Duniafintech.com, Selasa (28/12).

Faktor lainnya yang mempengaruhi bank menutup kantor cabangnya adalah terkait, kompetisi yang makin ketat setelah kehadiran bank digital atau neo bank, yang juga berimbas luas kepada bank-bank transisional.

Apalagi, dalam aturan OJK, bank kini tidak perlu memiliki kantor cabang, cukup kantor pusat dan seluruh layanan dilakukan full digital.

“Artinya, bank yang memenangkan pasar adalah bank yang inovatif bukan bank yang kantor cabangnya banyak,” ujarnya.

Kemudian, faktor regulasi juga berimbas pada dijualnya bank bank kecil untuk dijadikan sebagai bank digital. Kita melihat investor-investor dari luar negeri memborong bank bank yang modal intinya kecil untuk disulap jadi bank digital.

Langkah ini dinilai lebih aman dilakukan, dibandingkan jika harus memulai dari nol. Sebab, bank yang telah memiliki infrastruktur organisasi yang mapan lebih sulit disulap menjadi bank digital.

Kantor Cabang Bank Masih Dibutuhkan di Pedesaan

Namun demikian, Bhima menuturkan bahwa penutupan kantor cabang bank ini tidak berlaku di seluruh wilayah di Indonesia. Untuk wilayah perkotaan kantor cabang memang dapat digantikan fasilitas digital yang ditawarkan.

Karena, tingkat literasi masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Bagi konsumen di perkotaan dengan akses internet dan literasi digital yang baik kehadiran bank digital tanpa kantor cabang penerimaannya cukup besar,” ucapnya.

Namun, untuk wilayah pedesaan dengan tingkat literasi yang rendah dan belum terlalu akrab dengan layanan digital, sistem transaksi manual masih diperlukan. Karena itu Bhima menilai bahwa eksistensi kantor cabang bank di dalam negeri baru akan hilang dalam lima atau tujuh tahun ke depan.

“Bagi konsumen di pedesaan yang literasi digitalnya rendah kemudian akses internet masih terbatas nampaknya butuh 5-7 tahun lagi untuk bisa menerima kehadiran bank digital. Jadi variabel per wilayah, akses internet, pendidikan dan usia konsumen sangat berpengaruh,” urainya.

Hal senada pun diucapkan oleh Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Dia menilai, dalam beberapa tahun ke depan kantor cabang hanya akan tersedia di kota-kota terluar di Indonesia.

“Saya kira di masa mendatang, kantor cabang hanya akan tersedia di kota-kota terluar yang memang masih membutuhkan layanan fisik bank untuk setiap aktivitas,” ujarnya.

Dia pun bilang, untuk kantor cabang bank pun masih akan dibutuhkan di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan masyarakat yang belum terlayani fasilitas keuangan konvensional atau underbanked dan unbanked.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version