JAKARTA, duniafintech.com – Pandemi Covid-19 telah berdampak luas kepada perekonomian masyarakat, terutama untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Karena itu, agar mendorong pemulihan, pemerintah mendorong transformasi UMKM ke digital.
Namun, di perjalanannya terdapat sejumlah kendala sehingga transformasi digital UMKM sedikit terhambat.
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif (Kemenparakraf), Norman Sasono mengungkapkan, saat ini baru 9% UMKM yang memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan dan mendistribusikan produk.
Selain itu, data menunjukkan 83% pelaku usaha kreatif belum berbadan hukum, sebanyak 88% belum memiliki hak kekayaan intelektual, 92% usaha kreatif masih menggunakan modal sendiri, dan 92% usaha kreatif berpendapatan rata-rata di bawah Rp300 juta per tahun.
“Pandemi membawa dampak yang luar biasa pada berbagai sektor di Indonesia, masuk di dalamnya adalah sektor ekonomi kreatif. Pada kondisi perubahan yang dinamis atau pola ketidakpastian perlu melakukan terobosan agar dapat terus bertahan dalam menghadapi tantangan dan merebut peluang,” katanya dalam video conference, Senin (29/11).
Maka dari itu dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, ia mengatakan Kemenparekraf telah mendorong berbagai transformasi digital bagi para pelaku ekonomi kreatif dan UMKM, salah satunya melalui program Bangga Buatan Indonesia (BBI).
BBI meliputi program pelatihan berjualan online, pelatihan untuk menciptakan konten kreatif sebagai sarana promosi usaha, serta pelatihan dalam membuat kemasan produk yang menarik untuk meningkatkan nilai tambah.
Selain itu, dalam meningkatkan kapasitas dan produk ekonomi kreatif, Kemenparekraf juga telah memberikan insentif kepada pelaku usaha kreatif dan UMKM senilai Rp60 miliar di 2021.
“Bantuan insentif pemerintah pada tahun 2021 sebesar Rp60 miliar diberikan kepada pelaku sektor parekraf, yang meliputi subsektor ekraf, aplikasi digital pengembangan dan permainan fashion, kriya, kuliner, film dan sektor pariwisata,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada kesempatan yang sama mengatakan, masalah serius yang dihadapi oleh para pelaku usaha di daerahnya adalah berkaitan dengan cara menjual produk.
Menurut Ganjar, hasil survei yang dilakukannya secara kecil-kecilan di Jawa Tengah menunjukkan 52,98% pelaku usaha lebih banyak bertanya mengenai marketing produk dan sebanyak 30,24% terkait permodalan.
“Lainnya itu soal kemasan, soal izin usaha, izin edar pembukuan dan sebagainya. Jadi kami survei kecil-kecilan,” ucapnya.
Dia menuturkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun memberikan beberapa pelatihan, mulai dari diajarkan terlebih dulu berjualan kecil-kecilan melalui media sosial, lalu baru diperkenalkan masuk ke marketplace.
Ganjar dalam membantu pengembangan produk UMKM juga membuka ‘Lapak Ganjar’ melalui akun Instagram pribadi. Ganjar menuturkan, tujuan daripada Lapak Ganjar adalah mengenalkan kepada pelaku UMKM di Jawa Tengah untuk mulai melek digital dan berharap setelah itu ada investor masuk.
“Sekarang kegiatan ekstrakurikuler saya melalui Instagram itu dengan Lapak Ganjar. Jadi setiap weekend, setiap minggu saya jualan dan saya terharu juga kemarin ada jual masker penjualannya meningkat, makanan meningkat,” kata dia.
Adapun, founder Impactto, Italo Gani pun mengingatkan bahwa peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) terutama soft skill penting sekali untuk diperhatikan. Hal ini guna mendukung pemerataan akses digital di daerah.
“Saya bisa bilang bahwa soft skill itu sangat penting karena mau nggak mau teks saraf itu fungsinya adalah membuat sebuah solusi baru, bisnis model baru atau information flow yang baru menggunakan teknologi,” terangnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra