Ekonomi syariah Indonesia terus berkembang dalam beberapa waktu belakangan. Di dalamnya, juga termasuk keuangan berbasis syariah, semakin diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan.
Hal ini terbukti dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat aset keuangan berbasis syariat di Indonesia mencapai Rp1.836 triliun hingga Februari 2021. Adapun total aset ini meningkat ketimbang Desember 2020 yang mencapai Rp1.803 triliun.
Pada dasarnya, keuangan syariah adalah salah satu sistem manajemen keuangan yang berpedoman pada prinsip dan dasar hukum Islam. Sebagaimana diketahui, prinsip dan dasar hukum Islam bukan hanya diaplikasikan pada sistem, melainkan juga berlaku pada lembaga penyelenggara keuangan, termasuk produk-produk yang ditawarkannya.
Menjadi sistem manajemen keuangan, tujuannya adalah mengalihkan dana nasabah yang tersimpan di lembaga penyelenggara keuangan kepada pengguna dana. Di sisi lain, secara prinsip keuangan, hal itu tidak berbeda jauh dengan manajemen keuangan konvensional. Meski demikian, tentu saja dalam beberapa hal, keuangan berbasis syariat lain dengan konvensional.
Ekonomi Syariah: Prinsip Pengelolaan Keuangan Syariah
Prinsip-prinsip yang dipegang teguh dalam pengelolaan keuangan berbasis syariat Islam ini adalah sebagai berikut:
- Mengharap rida dari Allah SWT.
- Tujuan yang hendak dicapai haruslah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan hadits Nabi Muhammad SAW.
- Terbebas dari bunga/riba.
- Menerapkan prinsip bagi hasil (sharing) antara bank dengan nasabah.
- Sektor yang dibiayai bukan sektor yang dilarang dalam syariah Islam.
- Investasi yang dilakukan harus terjamin kehalalannya.
Di sisi lain, hal-hal yang dilarang dalam pengelolaannya, antara lain:
- Riba: hal ini sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 275—278 yang menyebutkan bahwa “Meninggalkan riba atau sistem bunga dan kembali kepada sistem ekonomi syariah”.
- Maisir: yakni memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa bekerja keras atau judi. Hal itu diatur dalam surat Al Maidah ayat 90 tentang “Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian”.
- Gharar: adalah segala sesuatu yang bersifat tidak jelas atau tidak pasti. Gharar pun bisa dimaknai sebagai pertaruhan. Hal itu mencakup seluruh transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam jangkauan. Contoh, jual beli ikan yang masih diternakkan dalam air dan belum tampak hasilnya.
- Boros: hal ini diatur dalam surat Al Isra ayat 26-27 tentang “Meninggalkan segala bentuk pemborosan harta”.
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Lembaga keuangan syariah atau LKS adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dan berpegang pada prinsip syariat Islam dalam menjalankan usahanya. Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN), LKS adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan berbasis syariat Islam dan sudah mendapat izin operasional sebagai LKS. Itu berarti, di samping beroperasi dengan prinsip syariat Islam, legalitas operasi dari lembaga ini pun mesti terjamin.
Perbedaan dengan Keuangan konvensional
Hal-hal yang membedakannya dengan lembaga keuangan konvensional adalah sebagai berikut.
- Sistem pengelolaan
Berdasarkan segi pengelolaan dana, terdapat perbedaan yang tajam di antara syariah dan konvensional. Adapun pada syariah, pengelolaan dananya mesti berpegang pada prinsip Islam. Dalam ajaran agama Islam, terdapat konsep yang mengharuskan kekayaan harus dipelihara dengan baik dan bermanfaat bagi banyak orang.
Di samping itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan pun mesti dilakukan demi mengharapkan rida dari Allah SWT. Merujuk kepada pada prinsip ini, tidak dikenal konsep bunga dalam pengelolaan keuangan berbasis syariat.
Pasalnya, bunga atau riba menjadi sala sattu hal yang dilarang ajaran Islam. Oleh sebab itu, keuntungan dari pengelolaan dana ini dengan bagi hasil, baik dalam pendanaan maupun simpanan.
- Manajemen kegiatan
Terkait manajemen kegiatan, terdapat 3 prinsip yang harus dipegang dalam menjalankan keuangan berbasis syariat, yakni dalam hal perolehan dana, investasi, dan penggunaan dana.
- Perolehan dana: Adapun cara yang dilakukan dalam memperoleh dana mesti sesuai dengan syariah Islam. Dana yang diperoleh lembaga keuangan syariat dari nasabah harus menggunakan akad mudharabah, murabahah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan lain-lain.
- Investasi: Berdasarkan investasinya, prinsip-prinsip ajaran Islam pun mesti diaplikasikan. Dalam ajaran Islam, uang merupkan alat tukar dan bukanlah komoditas yang bsia diperjualbelikan. Prinsip ini harus dipegang teguh dalam menginvestasikan dana. Adapun penginvestasian dana pun harus melalui lembaga keuangan yang juga menggunakan kaidah-kaidah Islam.
- Penggunaan dana: Dalam manajemen keuangan berbasis syariat, penggunaan dana ini mesti jelas tujuannya, tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang menyimpang dari syariat Islam. Karena itu, biasanya, dana dalam sistem manajemen ini dialokasikan untuk infak, wakaf, dan sedekah.
- Transaksi
Adapun perbedaan berikutnya adalah dari segi transaksi. Dalam keuangan berbasis syariat, transaksinya memakai akad tabarru’, yakni transaksi dengan tujuan saling tolong-menolong dalam rangka berbuat kebajikan (nonprofit). Dalam akad ini, bank sebagai pihak yang berbuat kebajikan tidak mensyaratkan keuntungan apa pun dari transaksi tersebut.
Meski demikian, bank boleh meminta biaya administrasi kepada nasabah, tetapi tidak boleh mengambil laba dari akad tabarru’. Di samping itu, transaksi pun dapat dilakukan dengan akad tijarah. Akad ini dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan (profit), tetapi mesti sesuai dengan rukun dan syariat Islam.
Produk Keuangan Syariat
Produk-produk dalam keuangan ini sekarang kian beragam dan berkembang, sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
- Asuransi syariah
Asuransi syariah dapat menjadi pilihan jika Anda tidak cocok dengan pengelolaan asuransi konvensional. Asuransi yang satu ini terbebas dari gharar, maisir, dan riba serta menggunakan akad atau perjanjian tertulis, yaitu akad tabarru’ dan atau tijarah.
Asuransi ini pun membawa misi aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi (iqtishad), dan pemberdayaan umat (sosial). Hal itu tentu saja berbeda dengan asuransi konvensional yang hanya bermisi sosial.
- Surat berharga syariah
Di samping itu, Anda pun dapat memilih produk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau lebih dikenal sebagai sukuk. Adapun sukuk adalah surat berharga yang merepresentasikan kepemilikan aset berupa penerbitan surat utang dengan berbasiskan prinsip syariah. Dalam produk ini, imbal hasil yang diberikan berupa uang sewa (ujrah) atau bagi hasil dengan persentase tertentu tanpa riba/bunga.
- Saham syariah
Untuk diketahui, indeks saham syariah dikeluarkan oleh pasar modal syariah. Karena itu, mekanisme transaksinya, baik penjualan maupun pembelian, tidak boleh dilakukan secara langsung, dengan tujuan untuk menghindari manipulasi harga.
Di samping itu, saham yang satu ini pun tidak memasukkan saham-saham perbankan ataupun barang yang mengandung unsur haram, misalkan saja rokok dan minuman beralkohol.
- Deposito syariah
Deposito syariah adalah produk simpanan berjangka yang dikelola menggunakan syariat Islam. Anda pun bisa memperoleh margin dari bagi hasil (nisbah) sesuai akad mudharabah.
- Pembiayaan syariah
Sebagaimana jamak diketahui, pembiayaan atau leasing syariah memiliki prinsip yang berbeda dengan pembiayaan konvensional. Dalam pembiayaan yang satu ini, transaksinya dilakukan pemberian pinjaman selaku penjual. Adapun pada pembiayaan konvensional, posisinya adalah kreditur.
Hal itu berarti bahwa sebagai penjual, perusahaan mesti punya barang yang bakal dijual kepada konsumen. Lembaga pembiayaan pun mesti membeli barang dari supplier, baik secara tunai maupun nontunai.
Lantas, perusahaan menjual barang ini kepada konsumen dengan harga lebih tinggi sesuai kesepakatan. Akan tetapi, transaksi ini mesti menyebutkan harga beli, ditambah biaya-biaya perolehan dan keuntungan yang diambil oleh perusahaan.
Demikianlah penjelasan tentang keuangan syariah yang perlu Anda pahami. Bagi Anda yang tertarik dengan produk-produknya, Anda pun bisa membelinya sekarang juga untuk mendapatkan manfaat yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra