Site icon Dunia Fintech

Kinerja Dipertanyakan, Anak Perusahaan PLN Terancam Dibubarkan 

anak perusahaan PLN

JAKARTA, duniafintech.com – Isu kelangkaan batu bara untuk pembangkit listrik yang menyeruak belakangan ini, bermuara pada wacana pembubaran anak perusahaan PT PLN (Persero), yaitu PT PLN Batu Bara. Hal itu diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

Namun, dia belum memastikan apakah anak usaha PLN tersebut akan dibubarkan atau dimerger dengan perusahaan lain. Hanya saja, dia berkomitmen untuk mengurangi anak perusahaan pelat merah yang tak produktif.

“Kalau kita visi ke depan Kementerian BUMN kita selalu ingin mengurangi jumlah anak cucu perusahaan, apalagi yang tidak diperlukan,” katanya melalui keterangannya, Kamis (6/1).

Dia bilang, upaya untuk menggabungkan perusahaan negara sejauh ini telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah PT Energi Management Indonesia (EMI) yang awalnya berdiri sendiri, kini dimerger menjadi anak usaha PLN. EMI pun ditugaskan melakukan audit terhadap program energi baru terbarukan (EBT).

Menyusul hal itu, Erick juga telah mengeluarkan keputusan moratorium terhadap pembentukan anak dan cucu usaha BUMN saat. Tujuannya agar perusahaan milik negara lebih produktif dan mendapatkan kinerja bisnis yang sehat.

“Ini (PLN Batubara) salah satu yang akan kita tinjau, apakah perusahaan akan dimerger atau ditutup atau apa pun, belum mengambil keputusan karena tidak mungkin mengambil keputusan mendadak,” ujarnya.

Dia pun menyebut bahwa pihaknya saat ini sedang mempelajari dan meninjau kinerja anak usaha yang berada di bawah naungan PT PLN. “Bukan tidak mungkin berapa banyak lagi anak-anak usaha PLN yang harus kita kurangi,” tuturnya.

Di lain sisi, Erick berencana membentuk subholding pelayanan atau ritel dan subholding pembangkit di PLN. Dia bilang PLN telah memiliki direktur pemasaran pertama sepanjang berdirinya perusahaan.

Terkait subholding pembangkit, Erick tak ingin ada tumpang tindih dalam persoalan pembangkit dan batubara. Dia pun meminta harus adanya satu kesatuan. “Biar transmisi tetap di tapi untuk industri pembangkitbya bisa lebih harus independen, apalagi ini kesempatan kita sebagai bangsa bisa menjual listrik ke luar negeri,” kata dia.

Erick berharap sejumlah langkah transformasi dapat memperbaiki kinerja PLN ke depan. Dia mengapresiasi kinerja manajemen PLN yang mampu menekan pengeluaran modal hingga Rp 24 triliun dan menurunkan tingkat utang PLN menjadi Rp 460 triliun dari sebelumnya yang mencapai Rp 500 triliun.

“Jadi kalau mau, bisa. Efisiensi harus terus dilakukan terus di seluruh BUMN. Kita sudah membuktikan konsolidasi keuangan BUMN yang tadinya untung Rp 13 triliun sekarang bisa Rp 61 triliun. Saya mengharapkan dewan komisaris dan direksi harus benar-benar fokus bekerja, bukan fokus pencitraan. Kerja yang benar nanti dapat apresiasi,” ucapnya.

Sementara itu, sebelumnya Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan larangan ekspor batu bara sebagai upaya gotong royong nasional dalam menghadapi tantangan krisis energi global.

“Krisis energi global telah mendorong seluruh dunia berebut sumber energi yang andal termasuk batu bara dari Indonesia. Karena itu kita sebagai bagian elemen negara harus bersama-sama berkontribusi, baik itu pemerintah, masyarakat, PLN maupun pengusaha pertambangan nasional,” kata Deputi I Kepala Staf Kepresidenan RI Febry Calvin Tetelepta.

Menurut Febry, arahan Presiden mengedepankan pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri merupakan perwujudan amanah konstitusi UUD 1945, dan konsistensi pemerintah dalam mencukupi kebutuhan listrik bagi 270 rakyat Indonesia.

“Ini gestur asli dari Presiden ketika dia harus berpihak pada kepentingan rakyat,” ujarnya.

Febry mengingatkan, agar perusahaan tambang tidak melanggar aturan penjualan batu bara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO), yang menjadi implementasi dari UU No.3/2020 tentang Mineral dan Batubara, serta Peraturan Pemerintah No.96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Pemerintah tidak membabi buta melarang ekspor batubara. Pemerintah mengapresiasi bagi perusahaan yang sudah memenuhi komitmen DMO Batubaranya, tapi juga tidak segan untuk mencabut izin perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban DMO itu,” ucapnya

Febry menambahkan, dalam jangka menengah dan panjang, presiden sudah memerintahkan Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk membangun mekanisme DMO yang bersifat permanen  guna memenuhi kebutuhan listrik nasional dan adaptif terhadap tantangan krisis energi global.

Sebagai informasi, pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1-31 Januari 2022 guna menjamin ketersediaan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik dalam negeri.

Pelarangan ekspor sementara tersebut, berlaku untuk perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi, dan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, serta PKP2B.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version