Site icon Dunia Fintech

Ngadu ke DPR, Korban Asuransi: Ke Polisi Dicuekin, Lapor OJK tidak Ada Hasilnya

korban asuransi ngadu ke dpr

JAKARTA, duniafintech.com – Komunitas korban asuransi AXA Mandiri, AIA, dan Prudential mendatangi Komisi XI DPR RI untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) panja industri jasa keuangan, Senin (6/12) kemarin. Di hadapan para anggota legislatif ini, para korban mengadukan perihal rumitnya berurusan dengan asuransi.

“Berurusan dengan asuransi sangat rumit, melelahkan, dan akhirnya kalah,” ucap koordinator korban asuransi, Maria Tri Hartati, ketika menyampaikan aspirasi di hadapan Komisi XI DPR RI, sebagaimana dilangsir dari Detik.com, Selasa (7/12).

Menurutnya, pihaknya hendak lapor ke polisi, tetapi tidak ada bukti sehingga tidak ditindaklanjuti oleh aparat. Di sisi lain, saat melaporkan hal ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lanjutnya, juga tak memberikan hasil apa pun.

“Lapor polisi tak ada bukti dan akan dicuekin. Lapor OJK, tidak semua orang bisa caranya, yang lapor pun tak ada hasilnya, hanya dipingpong sana-sini. Untuk naik banding harus dilakukan di Jakarta, berarti semua korban harus datang ke Jakarta. Itu hal yang mustahil. Mencari keadilan hilang ayam harus kehilangan kambing atau sapi,” tegasnya.

Apabila korban ingin membawa masalah perasuransian ke pengadilan, kata dia lagi, maka biaya yang diperlukan cukup banyak, sedangkan melalui jalur pengadilan pun belum pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan.

“Lewat pengadilan, biaya tak sebanding dengan kerugian, makan waktu lama, tenaga pikiran, hasilnya pun tidak pasti,” tuturnya.

Lantas, di hadapan Komisi XI DPR RI, ia pun mempertanyakan, apakah jatuhnya korban produk asuransi, utamanya unit link, akan terus dibiarkan begitu saja.

“Apakah semua ini akan dibiarkan terus? Bahkan, produk unit link juga akan dijual oleh asuransi umum. Jika diteruskan, saya yakin korban akan semakin banyak karena para konsumen yang akan membeli kendaraan, rumah, atau lainnya akan terjerat otomatis karena syarat untuk leasing adalah mengikuti asuransi juga dan yang lebih mengerikan, nasabah harus setor seumur hidup. Sangat fantastis bagi perusahaan asuransi,” bebernya.

OJK Bersedia Hapus Produk Unit Link?

Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie, yang memimpin jalannya rapat, ikut bertanya langkah konkret yang akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait persoalan yang dialami para korban asuransi ini.

“Pertama, kami tidak melihat terkait dengan produk unit link ke depan ini, apakah akan dibenahi atau tidak, bisnis prosesnya itu bagaimana ke depannya setelah banyak kasus ini. Kan kami ingin lihat respons OJK terhadap permasalahan ini ke depannya bagaimana, apakah produk unit link ini mau dihapus atau bisa berjalan dengan syarat. Syaratnya apa, kami nggak dengar nih?” katanya.

Kemudian, dirinya pun meminta OJK agar dapat menjelaskan upaya yang bakal mereka ambil untuk membenahi industri perasuransian. Menanggapi itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Riswinandi, tidak memberi jawaban terkait produk unit link bakal dihapus atau dipertahankan. Meski demikian, ia memastikan bahwa OJK bakal melakukan penyempurnaan aturan.

Adapun OJK, sambungnya, telah meninjau produk unit link sebab produk ini adalah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Ia menyebut, investasi itulah yang sejatinya menjadi kunci yang mesti dipahami oleh para calon pemegang polis dan harus diterangkan dengan sebaik-baiknya secara transparan oleh perusahaan asuransi.

Saat ini, lanjutnya, pihaknya dalam tahap finalisasi peraturan yang lebih detail terkait unit link. Ia menyatakan, unit link ini kali pertama disetujui mulai tahun 2006. Sejak saat itu, ada aturan terkait pemasaran produk tersebut.

“Nah, sekarang setelah berjalan beberapa tahun dan kami me-review keadaannya, kami memperbaharui peraturan ini. Nah, saat ini, peraturan ini sedang dalam tahap harmonisasi di internal OJK. Ini nanti kami harapkan mudah-mudahan dalam bulan Desember ini bisa kami terbitkan,” tuturnya.

Disampaikannya, dalam ketentuan yang baru itu, pihaknya akan menekankan transparansi dari perusahaan asuransi tentang jenis-jenis investasinya, terkait biaya-biayanya, dan soal hasil investasinya mesti dilaporkan dan disampaikan kepada para pemegang polis.

“Demikian juga dengan para pemegang polis itu, betul-betul harus bisa memahami produknya secara transparan,” sebutnya.

Ke depannya, juga akan diatur terkait proses penjualan produk mesti direkam sehingga rekaman ini harus ditinjau oleh perusahaan untuk memastikan bahwa agennya dan pemegang polis benar-benar telah saling memahami produk yang ditawarkan dan produk yang bakal dibeli.

“Kemudian, juga ada welcome call. Welcome call ini nantinya dilakukan oleh orang yang berbeda, bukan agennya, dan itu nanti juga direkam untuk mengevaluasi, apakah dari welcome call ini betul-betul penyampaian produk sudah benar dan betul betul calon pemegang polis ini mengerti apa yang dibeli dan apa risikonya, apa kewajiban dan haknya,” tutupnya.

Operasional Perusahaan Asuransi Sesuai Ketentuan

Riswinandi menerangkan, dari pengawasan pihaknya terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan, operasionalnya telah berjalan sesuai ketentuan.

“Kalau dari sisi pengawasan perusahaannya, sebenarnya secara keseluruhan, secara informasi hasil pengawasan kami, dalam menjalankan operasionalnya sudah sesuai ketentuan,” katanya.

Meski begitu, ia pun tidak menampik bahwa memang industri asuransi pasti ada hal-hal yang terkait dengan dispute (perselisihan) dan sebagainya.

“Memang tidak bisa lepas di industri asuransi ini pasti ada hal-hal yang terkait dengan disputedispute pada waktu penutupan asuransinya, masalah tidak paham programnya, tadi Ibu Maria (koordinasi korban asuransi) bilang nggak mau baca lagi polis, padahal kalau mau melakukan perikatan kan memang perjanjian itu harus kami pahami. Ini bukan membela diri ya tapi ini secara umum saja,” paparnya.

Kendati demikian, pihaknya telah menampung permasalahan asuransi ini. Bahkan, mereka sudah memanggil perusahaan-perusahaan asuransi yang bersangkutan.

“Jadi, itu yang kami koordinasikan di dalam termasuk kepada tiga perusahaan asuransi, sebenarnya OJK juga sudah memanggil dan kami meminta mereka untuk tindak lanjuti, mengklarifikasi, menyelesaikan permasalahan ini, karena ini memang akan mengganggu reputasi daripada perusahaan asuransi kalau sampai terjadi masalah-masalah itu,” bebernya.

Diketahui, menurut para korban, mereka merasa ditipu oleh perusahaan asuransi atas produk unit link yang bukannya memberikan keuntungan untuk nasabah, melainkan justru merugikan. Dikatakan Riswinandi, produk unit link memang mengandung risiko yang harus dipahami.

“Memang betul produk daripada unit link ini adalah produk yang sangat kompleks, harus mengerti risiko-risikonya. Kalau tadi disampaikan bahwa ada informasi-informasi yang terkait dengan apa yang dilakukan oleh agen, ini juga akan menjadi masukan buat kami untuk mendalami dengan perusahaan asuransi yang terkait,” urainya.

“Kami akan tindaklanjuti, akan kami masukkan tadi untuk menambah masukan kami waktu kami diskusi atau membahasnya dengan perusahaan-perusahaan asuransi yang tiga tadi,” tutupnya.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version