JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan kredit perbankan akan tumbuh sebesar 11%-13% pada tahun 2025, sementara proyeksi untuk tahun ini adalah pertumbuhan sekitar 12% secara year-on-year (yoy).
Hal ini disampaikan dalam rapat kerja antara pemerintah dan Komisi XI DPR RI yang dihadiri oleh Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bappenas, dan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam pembahasan RAPBN 2025 (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
“Kami memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini akan berada di batas atas kisaran 10-12% atau sekitar 12%, dan pada semester pertama tahun depan, kredit dapat meningkat menjadi 11-13%,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rapat tersebut.
Kredit Perbankan Tumbuh, Sektor Padat Modal Mendominasi
Perry menjelaskan bahwa pada Juli 2024, kredit perbankan tumbuh 12,4%. Sektor yang paling banyak menerima aliran kredit adalah sektor padat modal seperti industri, jasa dunia usaha, pengangkutan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air (LGA).
Sementara itu, untuk penyaluran kredit ke sejumlah sektor lain masih relatif rendah seperti konstruksi, jasa sosial, perdagangan eceran, serta pertanian.
Dari segi penggunaan, perbankan pada Juli 2024 paling banyak menyalurkan kredit untuk investasi yang tumbuh 15,2%, disusul kredit modal kerja sebesar 11,6%, dan kredit konsumsi sebesar 10,98%.
“Kami terus melakukan koordinasi dengan kebijakan fiskal, OJK, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong penyaluran kredit, termasuk melalui insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hingga Juni 2024, BI telah memberikan insentif KLM kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas dengan total mencapai Rp255,8 triliun,” jelas Perry.
Pertumbuhan Kredit Perbankan Didukung Sisi Penawaran
Pada Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur pekan lalu, Perry juga turut menyampaikan bahwa pertumbuhan kredit perbankan didukung oleh sisi penawaran. Menurutnya, minat perbankan dalam menyalurkan kredit ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tercatat sebesar 7,72% yoy pada Juli 2024, strategi realokasi alat likuid menjadi kredit, serta dukungan dari Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang diberikan oleh BI.
“Untuk memperkuat pendanaan, perbankan juga mengoptimalkan sumber lain selain DPK, seperti penerbitan surat berharga dan pinjaman,” tambah Perry.