Site icon Dunia Fintech

Krisis PHK Masih Menghantam Indonesia Sepanjang 2024, ini Penyebabnya!

Krisis PHK Masih Menghantam Indonesia Sepanjang 2024, ini Penyebabnya!

Krisis PHK Masih Menghantam Indonesia Sepanjang 2024, ini Penyebabnya!

JAKARTA, 25 Oktober 2024 – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan bahwa hingga Oktober 2024, sebanyak 59.764 orang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan data Agustus 2024 yang mencatat 46.240 orang terkena PHK.

Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri, sebagian besar kasus PHK terjadi di tiga provinsi. DKI Jakarta mencatat jumlah PHK tertinggi dengan 14.501 pekerja. Jawa Tengah menempati posisi kedua dengan 11.252 pekerja, diikuti oleh Banten dengan 10.254 pekerja.

“Jumlah total tenaga kerja yang terkena PHK hingga 24 Oktober mencapai 59.764 orang. Tiga sektor dengan PHK tertinggi adalah sektor pengolahan sebesar 25.873 pekerja, aktivitas jasa lainnya sebesar 15.218 pekerja, dan perdagangan besar serta eceran,” kata Indah.

Sektor Penyumbang PHK Tertinggi

Sektor-sektor utama yang menyumbang angka PHK tertinggi adalah industri pengolahan dengan 25.873 pekerja, diikuti oleh aktivitas jasa lainnya sebanyak 15.218 pekerja, dan sektor perdagangan besar dan eceran.

Indah menjelaskan bahwa di DKI Jakarta, sebagian besar PHK terjadi di sektor jasa. Sementara itu, di Jawa Tengah dan Banten, PHK terutama berasal dari sektor tekstil, termasuk garmen.

Faktor Penyebab PHK

Beberapa faktor yang menyebabkan gelombang PHK terus berlanjut di Indonesia, menurut Indah, antara lain melemahnya ekspor produk tekstil dan garmen, efisiensi perusahaan akibat persaingan global, serta perubahan metode pemasaran dan penjualan yang dipengaruhi oleh digitalisasi. Selain itu, masuknya produk garmen impor ilegal ke pasar Indonesia juga turut memperburuk situasi.

Yang terbaru adalah Perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) bersama tiga anak perusahaannya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, telah dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Putusan ini terkait dengan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dicatatkan pada 2 September 2024, di mana pembatalan perdamaian ditetapkan. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansar dan diadakan di ruang sidang R.H. Purwoto Suhadi Gandasubrata, S.H.

Menurut data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon menyatakan bahwa pihak termohon gagal memenuhi kewajiban pembayaran yang telah ditetapkan dalam Putusan Homologasi pada 25 Januari 2022.

Kepailitan Sritex ini mengejutkan banyak pihak, mengingat perusahaan ini telah menjadi pemain besar dalam industri tekstil selama puluhan tahun dan bahkan pernah dianggap sebagai produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Berdasarkan informasi dari situs resmi perusahaan, Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh H.M. Lukminto, yang memulai bisnisnya sebagai pedagang tradisional di Pasar Klewer, Solo. Pada tahun 1968, Sritex membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna, dan pada 1978 perusahaan ini resmi terdaftar sebagai perseroan terbatas.

Pada tahun 1982, Sritex mulai mengoperasikan pabrik tenunnya yang pertama dan terus memperluas kapasitas produksinya hingga pada tahun 1992 mereka memiliki empat lini produksi utama: pemintalan, penenunan, penyelesaian akhir, dan pembuatan pakaian, semuanya terintegrasi dalam satu lokasi.

Sritex juga dikenal sebagai produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman, yang membantu perusahaan ini bertahan dari krisis moneter tahun 1998 dan memperkuat pertumbuhan mereka hingga delapan kali lipat sejak integrasi pertama pada tahun 1992.

Kualitas produk Sritex telah diakui di seluruh dunia. Perusahaan ini juga memproduksi pakaian jadi untuk berbagai merek fashion ternama seperti ZARA, Guess, dan Timberland. Inovasi yang mereka lakukan dalam pengembangan produk telah membuat Sritex terus menjadi pemain utama dalam industri ini.

Untuk seragam militer, Sritex memproduksi pakaian dengan kemampuan khusus seperti anti peluru, anti api, anti radiasi, dan anti inframerah. Hingga kini, lebih dari 30 negara telah memesan seragam militer dari Sritex, termasuk Uni Emirat Arab dan Kuwait yang memesan seragam anti radiasi, serta Jerman yang memesan seragam anti inframerah.

Selain seragam, Sritex juga memproduksi berbagai perlengkapan militer lainnya, seperti ransel serbu yang dapat berfungsi sebagai pelampung, serta tenda militer yang tahan air. Bahkan, Sritex ikut terlibat dalam pembuatan komponen anti api dan anti peluru untuk kendaraan militer Hovercraft yang digunakan oleh TNI.

Sayangnya, masa kejayaan produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara ini telah berakhir, dan kini Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dengan segala konsekuensi hukumnya.

Exit mobile version