Site icon Dunia Fintech

Kebutuhan Sektor Produktif: Fintech Lending Naikkan Batas Pemberian Pinjaman

Batas Pemberian Pinjaman picture

duniafintech.com –  Pelaku industri Financial Technology (Fintech) Peer-to-Peer (P2P) lending berupaya meningkatkan batas pemberian pinjaman yang telah di atur oleh Otoritas Jaasa Keuangan (OJK).

Kini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama dengan OJK sudah membentuk satuan tugas (task force) guna berdiskusi mengenai rencana fintech lending menaikkan batas pemberian pinjaman tersebut.

Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede, menyebutkan adanya isu untuk menaikkan limit pinjaman karena ada kebutuhan dari sisi pendanaan bagi sektor produktif, dimana peminjam (Borrower) yang didominasi oleh para pelaku UMKM, membutuhkan skala pendanaan yang lebih besar dari batas limit saat ini.

Baca juga: Tiga Area Utama Pengawasan OJK Terhadap Fintech P2P Lending

Menurut sajian berita Kontan, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang pinjaman uang berbasis teknologi finansial pada pasal 6, diatur batas maksimal pemberian pinjaman dana.

Dalam beleid tersebut, batas maksimum total pemberian pinjaman dana Fintech lending sebesar Rp 2 Miliar. Peminjam boleh meminjam kembali selama pinjaman sebelumnya sudah dilunaskan.

Batas Pemberian Pinjaman Didiskusikan dengan OJK

Menyikapi hal tersebut, kepada Kontan, Tumbur Pardede mengatakan:

“Hal ini tahap pembahasan dan penggodokan di task force sekaligus akan didiskusikan bersama dengan tim OJK. Masih belum diputuskan berapa kenaikan limitnya oleh karena kami masih me-review seberapa banyak para penyelenggara yang membutuhkannya dan seberapa urgensinya saat ini secara keseluruhan di usaha Fintech P2P.”

Dalam POJK 77 tahun 2016 disebutkan OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum total pemberian pinjaman dana dari batas saat ini, yakni Rp 2 Miliar.

Tumbur pun menambahkan, nantinya bila batas maksimum pinjaman ini dinaikkan, maka AFPI tidak akan mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peminjam. Tumbur menyebutkan bahwa hal ini akan diserahkan kembali kepada pihak penyelenggara atau anggota AFPI.

Berdasarkan data hingga bulan April 2019 lalu, OJK mencatatkan jumlah pinjaman yang telah disalurkan oleh Fintech lending legal sebesar Rp 37,01 Triliun. Nilai ini tumbuh sebesar 63,33% dibandingkan akhir tahun lalu atau Year-to-Date (YtD) Rp 22,66 Triliun.

Baca Juga: Guna Hadapi Persaingan, Pegadaian Akan Gandeng Perusahaan Fintech

Peningkatan Lender Asing

Selain itu, masih berdasarkan sajian berita Kontan, perusahaan Fintech lending Investree, optimistis akan meningkatnya minat pemberi pinjaman (Lender) asing di tahun 2019 ini.

Co-Founder dan CEO Investree, Adrian Gunadi, mengatakan kepada Kontan:

“Seiring dengan berkembangnya lini bisnis Investree dan semakin tingginya kepercayaan yang ditanamkan oleh masyarakat kepada kami, apalagi setelah Investree mendapatkan Izin Usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan banyak perusahaan asing [yang] mengutarakan ingin menjadi pemberi pinjaman di Investree.”

Hal ini juga karena Investree dapat memberdayakan UMKM sekaligus memperoleh keuntungan berupa Return hingga 20%. Keuntungan ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk menambah penghasilan perusahaan.

Berdasarkan data pada bulan Mei 2019, Investree sudah memiliki 6.400 Lender yang aktif melakukan pendanaan. 20 hingga 30 di antaranya adalah Lender Institusi. Terdapat 58 Lender asing (termasuk ritel dan institusi) yang juga melakukan pendanaan secara aktif.

Hingga saat ini, portofolio pendanaan di Investree masih didominasi oleh Lender lokal. Namun tetap Lender lokal menjadi prioritas di Investree.

Image by Niek Verlaan from Pixabay

-Syofri Ardiyanto-

Exit mobile version