JAKARTA, duniafintech.com – Mahasiswa terjerat pinjol atau pinjaman online menjadi topik hangat dalam beberapa waktu belakangan. Seperti diketahui, pinjol bisa menjerat siapa saja, termasuk mahasiswa.
Akses mudah, cepat cair, dibarengi kebutuhan gaya hidup yang tinggi membuat banyak mahasiswa memanfaatkan akses pinjaman ini dan akhirnya terjerat Pinjol dengan bunga yang tinggi.
Berikut ini ulasan selengkapnya terkait mahasiswa terjerat pinjol, Kamis (9/11/2023).
Mahasiswa Terjerat Pinjol: Gejala Jeratan sudah Ada
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito mengatakan meski di UGM belum ada pelaporan tetapi gejala jeratan pinjol ke mahasiswa sudah ada. Oleh karena itu, pinjol tetap akan menjadi perhatian serius oleh UGM.
“Kami sedang investigasi case ini, kan gak bisa hanya ditangani kampus tetapi juga negara. Kalau mencegah, kami lakukan dengan edukasi dan mencari solusi jalan keluarnya. Harus ada yang tangani dan ada pelaporan,” paparnya, belum lama ini.
Menurutnya perlu ada rekomendasi strategis baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau lembaga lainnya yang relevan. Guna membuat kebijakan pencegahan. Sebab mahasiswa yang terjerat pinjol belum tentu mau melapor.
Baca juga: Risiko Utang ke Pinjol yang tidak Dibayar, Penting Diperhatikan!
Jeratan pinjol menjadi masalah serius. Edukasi perlu gencar dilakukan untuk pencegahan. Mahasiswa perlu diberikan pemahaman agar jangan sampai terjerat Pinjol, sebab resikonya besar.
Bahkan, kata dia, perlu adanya kerja sama antar perguruan tinggi, jika banyak mahasiswa yang menjadi korban. Pinjol, kata Arie, seolah-olah membantu, padahal hal itu merupakan jeratan baru.
“Ini adalah policy nasional yang sebenarnya pinjol ini rentan dengan bunga yang tinggi. Ini bisa membuat mahasiswa mengalami depresi, tekanan luar biasa. Kalau kena itu [pinjol] ini nanti menyangkut pada studi mereka,” ucap dia.
Soal kasus dan laporan, dia mengaku sejauh ini belum ada. Jika perlu, pihaknya akan melibatkan organisasi mahasiswa karena ini menyangkut pada kerentanan mahasiswa.
Sosialisasi sejak PBAK
Senada, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Al Makin menyampaikan sejauh ini tidak ada catatan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang terjerat Pinjol. Namun, sosialisasi telah dilakukan sejak masa Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). “Kami sosialisasi selama PBAK dan Sospem [Sosialisasi Pembelajaran]. Jangan sampai terjerat pinjol,” ucapnya.
Begitu pula dengan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid yang mengaku sampai saat ini belum adanya aduan mahasiswa terkait jeratan pinjol. Kampanye pencegahan kepada mahasiswa terus dilakukan oleh pihak universitas sejak akhir tahun lalu.
Dia menjelaskan setidaknya ada empat poin dari kampanye yang disampaikan kepada mahasiswa. Pertama, berhati-hati terhadap segala penawaran dan jangan klik tautan yang dikirim melalui SMS/WA/surel secara sembarangan. Kedua, hindari pinjaman online yang meminta akses seluruh data pribadi.
Ketiga, berhati-hati terhadap modus Pinjol ilegal yang menyerupai logo/nama tekfin P2P lending legal. Dan terakhir pastikan tekfin yang dipilih legal terdaftar di OJK dan bersertifikasi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). “Kami menyediakan layanan konseling untuk mahasiswa, masalah pinjol tidak bisa dilepaskan dengan kesehatan mental juga pagi penggunanya. Sampai saat ini tidak ada aduan di UII terkait Pinjol,” ungkapnya.
Sementara itu, Kaprodi S3 Ilmu Ekonomi FEB UGM, Catur Sugiyanto menyampaikan penyebab mahasiswa terjerat Pinjol salah satunya adalah pola konsumsi atau belanja yang melebihi kemampuan. Godaan hidup berlebihan difasilitasi kemudahan sistem belanja online dan kredit, ditambah fasilitas tempat belanja serta tempat menongkrong.
Mahasiswa perlu didampingi tidak hanya sekedar sosialisasi. Pihak perguruan tinggi juga perlu memperbanyak kegiatan positif sehingga terhindar dari perilaku konsumtif. “Baik kelompok studi/kajian, olahraga, camping, seni. Perlu difasilitasi oleh kampus dan keluarga mahasiswa daerah [asrama-asrama daerah]. Mahasiswa perlu didorong aktif di organisasi ekstra di kampusnya atau di lokal,” jelasnya.
Mahasiswa Terjerat Pinjol: Mahasiswa dan Guru Terjerat Pinjol, Ini Strategi Startup Fintech
Sebelumnya diberitakan, guru tercatat yang paling banyak terjerat pinjaman online atau pinjol ilegal, sedangkan paylater menyasar mahasiswa. Startup teknologi finansial atau fintech menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi hal ini.
Startup fintech terdiri dari beberapa jenis layanan seperti pinjol, paylater, pembayaran hingga urun dana alias crowdfunding.
Salah satu yang menjadi sorotan pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yakni, banyaknya masyarakat menggunakan paylater tanpa memikirkan cara membayarnya.
Rincian outstanding atau utang pinjol yang masih berjalan berdasarkan usia sebagai berikut:
Baca juga: Aplikasi Pinjol Pakai Dana: Manfaat dan Resiko Utama
- 19—34 tahun atau kategori pelajar, mahasiswa, dan pekerja: Rp 26,87 triliun
- 35—54 tahun: Rp 17,98 triliun
- Lebih dari 54 tahun: Rp 1,99 triliun
Selain itu, OJK mencatat korban pinjol ilegal yang paling banyak yakni:
- Guru
- Pegawai yang di-PHK atau mengalami pemutusan hubungan kerja
- Ibu rumah tangga
Startup fintech pun melakukan beberapa hal untuk mengatasi tingginya kredit macet di layanan pinjaman online, maraknya pinjol ilegal hingga investasi bodong.
Rinciannya sebagai berikut:
- 88% responden telah menjalankan berbagai inisiatif dalam mendorong peningkatan inklusi keuangan
- 82,7% responden turut membantu upaya peningkatan literasi keuangan masyarakat
- 52% kerja sama dengan lembaga keuangan lain
- 72,2% kerja sama dengan lembaga keuangan
- 9,3% responden yang mengaku pernah terlibat dalam upaya kerja sama dilakukan lewat keikutsertaan pada proyek pemerintah
- 64% berpartisipasi dalam kegiatan edukasi masyarakat melalui berbagai acara dan platform media sosial
Hal itu tertuang dalam laporan AFTECH Annual Members Survey 2022/2023 yang dibuat oleh AFTECH dan Katadata Insight Center, didukung oleh Women’s World Banking.
Riset dilakukan selama kuartal II, dengan menggabungkan penelitian primer dan sekunder dalam menganalisis data. Ada 75 responden yang berpartisipasi.
“Sebanyak 82,7% responden menyatakan telah melakukan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan,” demikian dikutip dari laporan AFTECH, Senin (28/8).
Rincian inisiatif startup fintech di antaranya:
- Kolaborasi dengan lembaga keuangan lainnya (bank) 62,9%
- Kemitraan strategis dengan pemerintah 33,9%
- CSR berfokus pada literasi keuangan 25,8%
- Lainnya 19,4%
Namun ada tantangan dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, di antaranya:
- Regulasi
- Infrastruktur untuk menjangkau lebih banyak konsumen, seperti akses, stabilitas, dan kualitas jaringan internet
- Edukasi: Skor indeks literasi keuangan relatif jauh lebih rendah dibandingkan inklusi keuangan. Startup fintech berharap Pemerintah mendukung peningkatan edukasi dan bimbingan terhadap masyarakat.
Baca juga: Artis Kena Pinjol: Diteror hingga Lunasi Utang Keluarga
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com