Site icon Dunia Fintech

Manajemen Amburadul, Penyebab Uang Teman Tak Dilirik Investor

manajemen uang teman amburadul

JAKARTA, duniafintech.com – Platform pinjaman online (pinjol) Uang Teman tengah menghadapi persoalan serius dengan karyawannya. Pasalnya, sejumlah karyawan mengaku haknya masih belum dibayarkan dalam satu tahun ke belakang hingga saat ini.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan bahwa persaingan yang ketat membuat Uang Teman sulit bertahan.

Apalagi, saat ini persaingan tersebut telah mengerucut ke beberapa pemain saja sehingga yang mampu mencatatkan kinerja positif hanya beberapa pemain dari pelaku industri fintech lending nasional.

“Persaingan di industri fintech (lending) memang sudah mengerucut ke beberapa pemain saja. Akibatnya kinerja fintech secara umum yang bagus ya hanya dinikmati segelintir perusahaan fintech P2P lending,” katanya kepada Duniafintech.com,” Jumat (7/1).

Selain itu, manajemen yang kurang baik juga dinilai menjadi pemicu kekacauan internal yang dihadapi oleh Uang Teman, yang berujung pada tunggakan gaji karyawan, dan hak lainnya, hingga saat ini.

“Iklim kerja yang ‘perusahaan yang pertama’ menjadikan hak karyawan belum dibayarkan. Padahal urusan hak karyawan merupakan prioritas utama perusahaan,” tegasnya.

Kekacauan manajemen ini, sambungnya, bermuara pada keengganan investor untuk menanamkan modalnya ke Uang Teman. Meskipun, pada Agustus 2018 platform ini sempat mendapatkan pendanaan Seri A senilai US$12 juta.

“Makanya pendanaan dari investor menjadi hal penting bagi perusahaan teknologi menjalankan operasionalnya. Ini yang gagal didapatkan oleh UangTeman. Manajemen yang amburadul tentu membuat investor mundur,” ucapnya.

Namun, pendanaan yang didapat oleh Uang Teman agaknya hanya sekali dirasakan, pendanaan lanjutan atau seri B yang digadang-gadang juga akan masuk di 2019 sepertinya tak jadi terealisasi.

“Kayaknya gagal deh itu pendanaannya. Makanya itu yang menjadi salah satu gagal bayar gaji pegawainya,” tuturnya.

Gagalnya pendanaan lanjutan ini pun dikonfirmasi oleh salah satu karyawan Uang Teman. Hal ini berdasarkan pada statement perusahaan saat dituntut karyawannya untuk membayarkan hak karyawan sesuai waktunya.

“Kita mulai ngerasain gajian telat. Itu dirasakan sejak pandemi (2020), dengan dalih duit masuk dari investor lagi tersendat, ekonomi perusahaan la la la la, biasalah alasan perusahaan,” kata Yosafat Disti Okkaviano, karyawan Uang Teman, saat dihubungi Duniafintech.com, Kamis (7/1).

Namun, sebelum itu pun selama bekerja di Uang Teman, sejak Oktober 2019 hingga Maret 2021, dia mengaku hanya sekali menerima gaji tepat waktu. Selanjutnya selalu telat entah tiga hingga tujuh hari dari tanggal gajian.

Puncaknya, terjadi di November 2020 hingga saat iya mengundurkan diri pada Maret 2021, di mana dia tidak menerima gajinya selama empat bulan. Termasuk, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang tak dibayarkan perusahaan, ditambah pajak penghasilan.

“Pajak dan BPJSTK itu kita sudah dipotong, tapi gak dibayarkan perusahaan. Jadi kayak kriminil juga gitu, nyuri duit orang,” ujarnya.

Yosafat bilang, meskipun perusahaan telah mengangsur pembayaran gajinya selama dua bulan, namun dua bulan lagi masih belum jelas kapan dibayarkan. Hal serupa, katanya, juga dialami oleh 150 karyawan Uang Teman lainnya, belum termasuk dari kantor cabang yang di luar kota.

“Saya enggak terlalu tahu, tapi pasti mereka juga mengalami hal yang sama,” tuturnya.

Adapun, untuk penyelesaian perkara ini dia bersama karyawan lainnya masih menunggu itikad baik dari perusahaan dengan jalur mediasi, namun tidak menutup kemungkinan jika tak kunjung selesai akan melanjutkannya ke jalur hukum.

“Sejauh ini kita belum ada plan untuk melakukan apa, tapi enggak menutup kemungkinan kalau memang karyawan udah pada jengah dengan urusan kaya gini, mau enggak mau kita harus bawa ini ke jalur hukum juga ke OJK. Karena udah menyangkut kriminal juga, lu potong pajak tapi engak dibayarkan, udah mencuri, tapi sekarang lagi diusahain mediasi dulu,” pungkasnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version