Site icon Dunia Fintech

MATA UANG VIRTUAL DIPREDIKSI BERKEMBANG PESAT – LANGKAH CINA DINILAI SIA-SIA

MATA UANG VIRTUAL DIPREDIKSI BERKEMBANG PESAT – LANGKAH CINA DINILAI SIA-SIA

duniafintech.com – Keberadaan mata uang digital seperti Bitcoin tak bisa dipungkiri makin ramai diperbincangkan di masyarakat. Pro dan kontra yang ada tidak mengurangi eksistensi Bitcoin di dunia nyata, dan semakin membuat popularitasnya meningkat, sehingga posisi Bitcoin di dunia sulit untuk diabaikan.

Sebagaimana dilansir dari bisniskini.com, bahkan Bank Sentral yang ada di seluruh dunia diprediksi tidak akan mampu menahan meroketnya pertumbuhan penggunaan mata uang digital (cryptocurreny). Swedia menjadi salah satu negara yang dianggap perlu dan cukup mendesak penerbitan atau pengadopsian mata uang digital. Pasalnya tren yang terjadi di negara itu saat ini adalah berkurangnya aktivitas penggunaan uang konvensional.

Isu panas regulasi baru di Cina terkait Bitcoin yang sempat ramai minggu lalu ternyata juga tidak menyurutkan langkah Bitcoin di negara lainnya. Berkenaan dengan hal itu, para pengguna memboyong aset Bitcoin yang dimilikinya ke negara lain. Negara yang terkena efek positif dari keputusan Cina adalah Jepang. Kini Jepang menjadi negara yang punya pangsa pasar Bitcoin terbesar di dunia.

Baca juga : duniafintech.com/jepang-menjadi-pasar-bitcoin-terbesar-setelah-keputusan-cina/

Menurut  data dari CoinDesk Bitcoin Price Index (BPI), harga Bitcoin tercatat mengalami kenaikan sebesar 2,21% ke level USD 3.768,30 atau hampir Rp 50 juta setelah dibuka di posisi $ 3.686,90 di awal perdagangan pada hari Sabtu (16/9). Hal tersebut menunjukkan bahwa harga Bitcoin mengalami pemulihan dalam waktu yang cepat.

Seperti dilansir dari kursrupiah.net, David Coker, dosen di Westminster Business School mengatakan bahwa:

“Langkah China menghentikan penggunaan modal bitcoin tidak akan efektif karena 3 alasan. Pertama, siapapun di China dengan public key yang valid masih dapat menerima dan menjual Bitcoin. Bahkan Tembok Besar Cina pun tidak akan bisa memblokir lalu lintas Bitcoin yang berasal dari jaringan blockchain terdesentralisasi,” ujarnya.

“Kedua, sudah diketahui bahwa perjalanan luar negeri oleh warga Cina telah melonjak sebagai tanggapan dari pembatasan capital flight. Dan ketiga, sejarah ekonomi mengajarkan kita bahwa modal selalu menemukan jalan. Pasar keuangan ada untuk menyalurkan modal ke tempat yang ingin ia tuju,” imbuh Coker.

Di Indonesia sendiri, hingga kini Bitcoin masih menjadi aset yang ramai ditradingkan. Menurut data dari Bitcoin Indonesia (Bitcoin.co.id), harga Bitcoin saat ini bahkan telah naik kembali, yaitu berada pada angka sekitar Rp 51 juta rupiah. Kenaikan harga ini diprediksi karena dipicu oleh para trader yang memanfaatkan peluang, yaitu mereka membeli Bitcoin dalam jumlah besar ketika harga Bitcoin turun, dan menjualnya kembali saat harga Bitcoin meningkat tajam.

Sintha Rosse

Exit mobile version