Site icon Dunia Fintech

Mendag Minta Maaf soal Mafia Minyak Goreng, DPR: Negara Kalah dan Gagal Lindungi Rakyat

blt minyak goreng

JAKARTA, duniafintech.com – Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Muhammad Lutfi, baru-baru ini menyampaikan permintaan maaf soal kelangkaan minyak goreng yang terjadi belakangan ini. Permohonan maaf itu disampaikan Lutfi karena pihaknya di Kementerian Perdagangan belum mampu memberantas dan mencegah mafia minyak goreng yang ditengarai telah menjadi penyebab langkanya minyak goreng di pasaran dalam beberapa bulan terakhir.

Merespons hal itu, Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, memandang bahwa kisruh perdagangan minyak goreng yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir tersebut menunjukkan bahwa negara kalah dan gagal dalam melindungi rakyatnya. Adapun permintaan maaf Mendag Lutfi lantaran belum sanggup menangani masalah minyak goreng adalah simbol dan bukti negara kalah dan gagal.

“Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan,” ucap Gobel melalui keterangan tertulis.

Ia menilai, masalah minyak goreng ini pun bukan berakar dari sektor produksi sebab Indonesia merupakan negara penghasil crude palm oil (CPO) dan minyak goreng terbesar di dunia. Dalam hematnya, Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) ini menilai masalah sebenarnya, yaitu meningkatnya permintaan dunia sehingga harga naik dan para pengusaha lebih memilih menjual produksinya keluar negeri dengan harga lebih mahal ketimbang menjual ke dalam negeri dengan harga yang diatur pemerintah.

Di samping itu, dirinya pun membantah bahwa kelangkaan minyak goreng ini ditengarai terjadi lantaran terdapat oknum yang melakukan penimbunan, atau mafia minyak goreng.

“Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi, bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat Kemendag yang asbun itu. Terbukti setelah batasan harga dihapus, minyak goreng berlimpah lagi,” tuturnya.

Disebutkannya, sebelum ada gejolak harga, minyak goreng kemasan di tingkat konsumen dipatok seharga sekitar Rp19 ribu per liter. Namun, saat ini, harganya melonjak menjadi Rp22 ribu—Rp24 ribu per liter.

“Hampir tiga kali lipat kenaikannya. Ini keuntungan yang berlimpah dan berlebihan,” tegas politikus dari Partai NasDem tersebut.

Diterangkannya juga, Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Di lain sisi, ia pun mengajak produsen untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan barang di pasar dan juga dalam menentukan harga.

“Minyak goreng itu masuk ke dalam barang strategis, bukan seperti barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier, seperti kendaraan dan elektronika, sehingga industri pangan bahan pokok bukan sekadar dilihat dari sisi investasi, tapi bagian dari partisipasi dalam pembangunan. Jadi, harga bahan pokok, termasuk minyak goreng, jangan dilepas ke pasar,” urai pria yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan ini.

Lebih jauh diungkapkannya, masalah harga minyak goreng itu hanya perlu keberanian, ketegasan, kepemimpinan, kemampuan manajerial, dan pendekatan kemanusiaan pemerintah terhadap produsen minyak goreng dan produsen CPO.

“Tugas pemerintah mengatur dan bertindak di lapangan, bukan cuma ngomong dan mondar-mandir. Jangan jadi macan kertas dan jangan menjadi macan ompong. Pencabutan HET (harga eceran tertinggi) minyak goreng kemasan dan menaikkan HET minyak goreng curah sama saja membiarkan masyarakat kecil disorong untuk bertarung melawan raksasa pengusaha,” tandasnya.

Sebelumnya dilaporkan, mulai Kamis (17/3/2022) lalu, pemerintah sudah resmi mencabut ketentuan HET dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar. Sementara itu, untuk minyak goreng curah akan dikenakan HET Rp14 ribu per liter. Laman dpr.go.id pun memberitakan, usai pengumuman itu, minyak goreng tiba-tiba kembali hadir berlimpah di minimarket dan supermarket dengan harga sekitar Rp22 ribu—Rp24 ribu per liter.

 

Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version