JAKARTA, duniafintech.com – Meski sudah berkali-kali diblokir, nyatannya platform opsi biner atau binary option Binomo cs dan robot trading, masih bisa modus menggaet minat masyarakat.
Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing, ada beberapa modus yang digunakan oleh platform investasi ilegal atau bodong itu, misalnya saja pada binary option seperti Binomo meski sudah dihentikan kegiatannya sejak tahun 2019 silam.
Tongam menerangkan, masih banyaknya masyarakat yang menjadi korban lantaran mereka sering kali abai untuk melakukan pengecekan legalitas investasi ilegal ini.
Di lain sisi, investasi ilegal yang sudah diblokir itu pun punya cara untuk meyakinkan masyarakat agar tetap berinvestasi.
“Yang jadi masalah saat ini, yang meyakinkan masyarakat agar tetap mengikuti mereka dengan cara kami blokir hari ini, dia bilang perbaikan sistem dan akan migrasi data, padahal kami blokir,” kata pada kegiatan Webinar Investasi: Hati-Hati Investasi Bodong, dikutip dari Bisnis.com, Kamis (7/4).
“Kemudian, pada bulan berikutnya pada saat kami umumkan (daftar) investasi ilegal yang lain, mereka katakan, ‘Kami kan sudah tidak ada lagi di situ, sudah lepas dari investasi ilegal’,” jelas Tongam lagi.
Mestinya, kata Tongam, masyarakat memang wajib melakukan pengecekan kebenarannya. Maka dari itu, dirinya pun meminta supaya masyarakat punya kepedulian untuk melakukan pengecekan. Adapun edukasi terkait hal tersebut bakal sukses jika masyarakat punya kepedulian.
“Jangan mengharapkan orang lain mengedukasi kita karena, bagaimanapun, kita sudah mempunyai alat untuk menggalang informasi sebanyak mungkin melalui gadget. Oleh karena itu, kita aware, edukasi diri sendiri, tahu risikonya,” tandasnya.
Tren jumlah platform investasi bodong turun
Jauh sebelumnya, Tongam pun sempat menyatakan bahwa tren jumlah platform investasi bodong atau ilegal yang ditutup setiap tahun sejatinya telah mengalami tren penurunan. Meski demikian, jenis dan modus operasinya terus berkembang.
Diterangkannya, kerugian masyarakat terkait investasi ilegal dalam 10 tahun belakangan mencapai Rp117,5 triliun, yang puncaknya terjadi pada tahun 2019. Secara rinci, ada sebanyak 79 platform yang ditutup pada tahun 2017, lalu berlanjut ke 106 platform pada tahun 2018, dan sebanyak 442 platform pada tahun 2019.
Lalu, jumlahnya pada tahun 2020 turun ke 347 platform, kemudian menjadi sebanyak 98 platform pada tahun 2021, sementara selama tahun 2022 ini sudah ada 21 platform yang ditutup.
Untuk modus terkini yang tengah menjadi sorotan, imbuhnya, adalah binary option, robot trading, dan pencatutan nama entitas resmi melalui media sosial. Semua modus itu pun punya pendekatan yang berbeda untuk menjebak korban.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Editor: Rahmat Fitranto