Site icon Dunia Fintech

Metaverse Makin Serius, Aset Kripto Lebih Menjanjikan di 2022

pengaruh metaverse di dunia kerja

JAKARTA, duniafintech.com – Para raksasa teknologi seperti Meta (Facebook), Google, Apple, dan Microsoft dikabarkan tengah menyiapkan perangkat keras dan lunak mereka untuk mendukung pengguna dalam berinteraksi di dunia virtual atau Metaverse.

Dukungan perangkat ini memungkinkan pengguna untuk bermain atau bekerja di ruang virtual reality 3D, dan menarik informasi dari internet hingga mengintegrasikannya dengan dunia nyata secara real time.

Dengan dukungan terhadap teknologi Metaverse yang semakin serius, hal itu membuat sejumlah koin kripto yang terhubung dengan projek ini memiliki potensi yang lebih tinggi untuk dipertahankan di 2022.

Perencana Keuangan Aidil Akbar mengatakan, masa depan cryptocurrency masih panjang. Menurutnya, apa yang masyarakat umum kenal saat ini terkait kripto baru sebatas kripto sebagai moda pembayaran di dunia nyata, seperti untuk membeli pizza dan minuman di Amerika Serikat (AS), namun belum sebagai alat pembayaran virtual.

Dengan berkembangnya konsep Metaverse yang dipopulerkan oleh Mark Zuckerberg dari Facebook dan munculnya konsep Non Fungible Token (NFT) membuat masa depan kripto semakin berkembang, yaitu sebagai alat pembayaran digital.

“Ini masih terlalu early, tapi kita kurva belajarnya itu baru tahun ini (2021). Dengan adanya metaverse, NFT, ternyata ini lho yang namanya kripto sebagai moda pembayaran itu, sama seperti dolar dan rupiah,” katanya kepada Duniafintech.com, Selasa (4/1).

Oleh sebab itu, dia optimistis aset kripto akan lebih menjanjikan di 2022. Dia bilang, salah satu token yang memiliki potensi tinggi di 2022 ini adalah Sandbox (SAND) Polygon (Matic), di mana lewat jaringan blockchain-nya menghadirkan revolusi di pasar virtual.

Sandbox (SAND) saat ini tengah mengembangkan projeknya yang terdesentralisasi di dunia game. Mereka pun tengah mengembangkan beberapa bidang NFT baru seperti arsitektur, fashion, konser virtual, art gallery dan museum.

Sedangkan Polygon, menjadi solusi penskalaan Layer 2 di dalam jaringan Ethereum (ETH), yang berarti proyek ini tidak berupaya untuk meningkatkan lapisan blockchain. Proyek ini berfokus mengurangi kompleksitas skalabilitas dan transaksi blockchain instan.

Teknologi ini memungkinkan setiap sidechain di Polygon mencapai hingga 65.536 transaksi per blok. Secara komersial, sidechains Polygon dirancang untuk mendukung berbagai protokol keuangan terdesentralisasi (DeFi) yang tersedia di ekosistem Ethereum.

Selain itu, Matic juga dipakai untuk transaksi di dalam projek Next Earth, sebuah projek untuk menciptakan bumi virtual yang beroperasi pada blockchain Ethereum dengan jaringan Polygon. Dengan projek ini, semua orang dapat memiliki aset real estate virtual berdasarkan lahan yang terdapat di Bumi.

“Jadi kalau kita mau transaksi beli tanah kita harus pakai koinnya SAND atau koin lainnya, atau kalau di Next Earth kita bayarnya pakai Matic-nya polygon, itu baru kelihatan kripto sebagai moda pembayaran,” ucapnya.

Selain SAND dan Matic, menurutnya koin lainnya juga memiliki potensi yang besar, tergantung kepada projek dan pengembangan koin tersebut di dalam teknologi blockchain, apakah akan digunakan di dalam Metaverse atau NFT seperti game, fashion, konser virtual, atau bahkan amal.

Tentu saja di luar koin-koin dengan kapitalisasi market besar seperti Bitcoin (BTC), Ethereum, Doge, Binance, Tether, Solana, Cardano, XRP, dan Terra.

“Ini masih baru karena NFT dan Metaverse masih baru, jadi sangat early stage. Tapi memang harus diperhatikan lagi ketika invest di kripto projeknya seperti apa, apakah dia sebagai currency atau platform atau blockchain platform yang dipakai oleh koin lain seperti Ethereum. Jadi kita harus tahu kegunaan setiap koin seperti apa,” terangnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version