Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya belum berkeinginan untuk membuka moratorium fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (pindar) dalam waktu dekat. Sebab, regulator menyatakan masih akan melihat perkembangan industri terlebih dahulu.
Karena menurut Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai sudah saatnya OJK bisa membuka moratorium fintech lending.
Nailul bilang ada sejumlah hal yang dapat menjadi pertimbangan regulator, seperti adanya ketentuan modal minimum Rp 12,5 miliar. Selain itu, dia menyebut pembukaan moratorium juga bisa meminimalkan jumlah pinjaman online (pinjol) ilegal.
“Saya rasa sudah seharusnya dibuka moratorium dengan ketentuan modal minimum yang sudah Rp 12,5 miliar. Di luar 96 pindar, apabila ada pinjol ilegal yang sudah memenuhi syarat modal, lebih baik dilegalkan saja, untuk mengurangi pinjol ilegal,” ungkapnya dikutip dari Kontan, Senin (18/8/2025).
Menurut Nailul, paling penting ketika pinjol ilegal tersebut menjadi legal dan tergabung ke dalam ekosistem pindar, tentu mereka harus patuh terhadap aturan OJK.
Selain itu, dia menerangkan indikator lainnya yang menunjukkan moratorium bisa dibuka, antara lain laba industri pindar yang terus tumbuh, permintaan makin banyak (pasar masih luas), serta rasio kredit macet atau TWP90 yang masih terkendali.
“Tinggal nanti dilakukan seleksi alam di industri pindar,” kata Nailul.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan LJK Lainnya OJK Hari Gamawan mengatakan OJK masih akan melihat beberapa pertimbangan terlebih dahulu sebelum membuka moratorium.
“Kami lihat dahulu, tentunya ada pertimbangan-pertimbangan terkait dengan industrinya dan pengawasannya,” ungkapnya saat menghadiri acara di kawasan Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).
Lebih lanjut, Hari menerangkan saat ini OJK masih fokus untuk memperkuat industri fintech lending, termasuk dengan mengeluarkan berbagai regulasi. Dia bilang salah satunya yang terbaru ada Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 bertujuan untuk memperkuat tata kelola.
Apabila implementasi peraturan yang dikeluarkan berjalan baik dan bisa berdampak begitu positif terhadap industri, Hari menyebut bukan tak mungkin peluang pembukaan moratorium bisa terwujud.
“Sudah ada SEOJK dan POJK yang baru, nanti kami lihat dahulu implementasinya dan praktik dari penyelenggara disiplin atau tidak menerapkannya,” kata Hari.
Sebagai informasi, pembukaan moratorium fintech lending menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan porsi penyaluran produktif. Berdasarkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Fintech Lending untuk fase 2 periode 2025-2026, porsi produktif mesti mencapai 40%-50%. Namun, kondisi terakhir angkanya masih di bawah dari target.
Data OJK mencatat, penyaluran pembiayaan fintech lending ke sektor produktif tercatat sebesar Rp 28,83 triliun per Mei 2025. Porsinya mencapai 34,91% terhadap total pembiayaan per Mei 2025 yang sebesar Rp 82,59 triliun.