JAKARTA, duniafintech.com – Suku bunga kembali dinaikkan oleh Bank sentral Rusia, yakni dari 9,5% menjadi 20%. Hal itu dilakukan usai rubel merosot hingga 30%. Dampaknya, saat ini banyak warga Rusia yang mengantre untuk menarik uang mereka di bank, sementara negaranya tengah berperang dengan sang tetangga, Ukraina.
Mengutip BBC, Selasa (1/3/2022), kondisi itu ikut menggerus daya beli masyarakat Rusia dan menurunkan nilai tabungan di bank. Pada pekan lalu, sempat ada perintah larangan untuk warga Rusia mengirimkan uang ke luar negeri, termasuk untuk pembayaran utang.
Di sisi lain, pasar saham Moskow tercatat mengalami kerugian besar lantaran investor melakukan aksi jual besar-besaran. Menurut Juru Bicara Presiden Kremlin, Dmitry Peskov, hal itu merupakan sanksi yang berat.
Adapun Inggris bersama AS serta Uni Eropa sebelumnya telah memutus hubungan bank-bank besar di pasar keuangan negara-negara barat. Negara-negara ini melarang bank tersebut transaksi dengan bank sentral sampai Kementerian Keuangan. Kondisi itu membuat rubel tersungkur ke level terendah.
Diketahui, Inggris menerapkan sanksi ekonomi sebagai respons atas penyerangan Rusia ke Ukraina. Kini, Rusia punya sekitar US$ 630 miliar dana yang diraup dari melonjaknya harga minyak dan gas. Pada pekan lalu, bank sentral Rusia menambah jumlah uang tunai ke berbagai mesin ATM lantaran permintaan uang tunai melonjak.
Terkait hal itu, orang-orang tampak mulai khawatir uangnya di bank tidak dapat ditarik. Maka dari itu, para warga ini pun berusaha untuk menarik seluruh uang mereka yang ada di bank.
Disampaikan Kepala Eksekutif Micro-Advisory, Chris Weafer, bukan hanya di mesin ATM, antrean pun terjadi di toko makanan. Ia menyebut, banyak orang ingin membeli barang untuk persediaan lantaran adanya pembatasan perdagangan.
Masyarakat pun khawatir harga bakal naik gila-gilaan lantaran depresiasi rubel. Selain itu, masyarakat pun khawatir dengan pengurangan jam kerja hingga penangguhan produksi. Dikatakan warga Moskow, Anastasia, dirinya khawatir dengan kondisi ekonomi negaranya.
“Harga pasti akan naik dan nilai tabungan akan menyusut sampai harga saham turun,” ucapnya.
Invasi Rusia ke Ukraina telah membuat kondisi ekonomi di berbagai negara gonjang-ganjing. Misalnya saja harga minyak mentah yang naik menjadi US$ 101 per barel, dolar AS naik, hingga harga emas yang melonjak.
Menurut manajer investasi senior Charles Stanley, Will Walker-Arnott, Rusia bakal terisolasi dari sistem keuangan dunia, terlebih jaringan sistem pembayaran internasional Swift pun sudah memberi sanksi terhadap Rusia. Bukan hanya itu, aset bank sentral Rusia pun dibekukan di banyak negara sehingga negara adidaya ini tidak dapat mengakses cadangan itu.
“Padahal, Rusia sangat bergantung pada Swift untuk ekspor minyak dan gas. Ini menjadikan Rusia terisolasi dari sistem keuangan internasional,” tuturnya.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra