JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengancam akan mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan atau multifinance yang tidak segera memenuhi ketentuan permodalan.
Saat ini, pemenuhan aturan permodalan di perusahaan multifinance memang masih menjadi polemik bagi beberapa perusahaan. Kasus terbaru adalah yang menimpa PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN). Perusahaan ini telah dicabut izin usahanya sebagai perusahaan pembiayaan oleh OJK.
Menurut Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang W Budiawan, saat ini terdapat sekitar 8 hingga 10 perusahaan multifinance yang terancam dicabut izin usahanya lantaran belum memenuhi aturan permodalan. Ia pun menambahkan bahwa ada satu hingga dua perusahaan yang secara sukarela sudah mengembalikan izin usahanya.
“Sedangkan masih ada sekitar 50% dari beberapa perusahaan multifinance tadi yang sedang proses engagement dengan mitra strategis barunya,” kata Bambang, dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (13/2/2022).
Disampaikannya, dalam mencari investor baru memang tidaklah mudah bagi perusahaan-perusahaan tersebut lantaran bisnis dan risk appetite-nya tidak serta-merta dapat diselaraskan, mengingat beberapa dari mereka bisnisnya sebelum pandemi pun telah tergejala sulit diatasi.
“Bila diperlukan, gotong royong atau tidak hanya satu mitra tapi beberapa mitra,” jelasnya.
Baca Juga:
- OJK Wajibkan Pemain Baru Fintech P2P Punya Modal Rp25 Miliar
- OJK: Fintech Jadi Saingan Terberat Multifinance
Sementara itu, dikatakan Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, sejatinya permasalahan itu bukanlah hal baru, mengingat peraturan minimal modal senilai Rp100 miliar itu sudah ada sejak lama.
Oleh sebab itu, sambungnya, kalau memang belum memenuhi permodalan, dirinya mengimbau kepada beberapa perusahaan supaya segera memenuhi hal itu sebelum mendapat sanksi dari regulator. Ia pun mencontohkan salah satu cara untuk memenuhi modal baru, yakni dengan melakukan penggabungan dengan perusahaan pembiayaan lain.
“Misal, coba tanya ke beberapa perusahaan pembiayaan, mau nggak untuk merger? Kalau dicabut usahanya itu sudah sesuai prosedur dari 2019 bahwa minimum modal harus Rp100 miliar,” tegasnya.
Terkait mencari investor baru, gampang atau mudahnya, kata dia lagi, itu kembali pada perusahaannya masing-masing. Dikatakannya, saat ini masih ada daya tarik dari perusahaan pembiayaan bagi investor terkait pergerakan bisnisnya yang lebih sederhana ketimbang sektor perbankan.
Sebelumnya diberitakan, pada Agustus 2021, IBFN sempat mendapat Surat Peringatan Ketiga (SP3) dari OJK lantaran belum terpenuhinya rasio permodalan perusahaan. Dalam surat pencabutan izin usahanya, OJK menyebut bahwa IBFN wajib menghentikan kegiatan usaha sebagai perusahaan pembiayaan.
Di samping itu, perusahaan pun bahkan dilarang untuk menggunakan kata finance, pembiayaan, atau kata lain yang mencirikan kegiatan pembiayaan dalam nama perusahaan.
“Perseroan akan melakukan perubahan anggaran dasar atas perubahan nama perusahaan, maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha yang tidak lagi menggunakan kata finance, pembiayaan, atau kata lain yang mencirikan kegiatan pembiayaan,” kata Direktur Utama IBFN, Carolina Dina, dikutip dari keterbukaan informasi, beberapa waktu lalu.
Kemudian, pada Oktober 2021 lalu, IBFN sempat mendapat angin segar saat Pakuwon Darma, perusahaan yang terafiliasi dengan PT Pakuwon Jati Tbk, masuk menjadi pemegang saham IBFN, dengan memegang 75,46 juta saham Akan tetapi, IBFN kala itu belum punya rencana apa pun usai masuknya Pakuwon Darma sebagai pemegang saham.
Bukan hanya IBFN, pada awal tahun ini OJK pun mengumumkan bahwa mereka sudah membekukan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan PT Danasupra Erapacific Tbk (DEFI) karena belum memenuhi permodalan minimal Rp100 miliar.
Terkait pembekuan izin usaha ini, DEFI sendiri sudah mengirim surat kepada OJK untuk mengajukan permohonan pencabutan sanksi pembekuan kegiatan usaha dengan memberikan penjelasan yang menguatkan disertai dengan dokumen pendukung yang sekiranya dibutuhkan.
Menurut perusahaan, mereka berkeyakinan bahwa seharusnya proses pemenuhan kecukupan modal sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku pada Januari 2020 silam melalui proses rights issue, tetapi terkendala dalam pemenuhan beberapa dokumen secara administratif.
“Maka PT DEFI terus berusaha memohon OJK untuk dapat melakukan pencatatan dan mengakui proses-proses penambahan kecukupan modal yang telah dilakukan oleh PT DEFI di bulan Januari 2020 lalu,” kata Direktur DEFI, Irianto Kusumadjaja.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra