Site icon Dunia Fintech

OJK Blokir 1.556 Pinjol Ilegal dan 284 Investasi Bodong

OJK Pinjol

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperketat langkah dalam memberantas praktik keuangan ilegal.

Hingga 29 Juli 2025, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) mencatat sebanyak 1.840 entitas ilegal berhasil diblokir, terdiri dari 1.556 pinjaman online (pinjol) ilegal serta 284 investasi bodong.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa langkah ini merupakan hasil patroli siber yang dilakukan setiap hari.

Namun, ia mengingatkan bahwa upaya tersebut membutuhkan dukungan masyarakat.

“Sudah lebih dari 1.800 entitas ilegal yang kami tutup. Tiap hari kami melakukan cyber patrol, tapi kami juga butuh partisipasi dari masyarakat,” ujar Friderica, dikutip dari Bola.com.

Selain menutup entitas ilegal, OJK telah memblokir 2.422 nomor telepon terkait aktivitas keuangan ilegal, serta 22.993 nomor yang dilaporkan korban scam.

Friderica menekankan bahwa pencapaian ini tidak mungkin diraih tanpa kerja sama banyak pihak. Satgas PASTI merupakan wadah koordinasi yang dibentuk bersama 21 kementerian dan lembaga negara.

“Kami bersama-sama dengan kementerian/lembaga, sekarang ada 21 institusi. Terima kasih atas dukungannya karena bersama-sama kami membentuk Satgas PASTI,” kata Kiki.

Upaya pemberantasan keuangan ilegal kini makin kuat setelah terbitnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Regulasi tersebut memberi kewenangan lebih luas kepada OJK untuk menindak tegas para pelaku.

Jika sebelumnya masih ada area abu-abu, kini aturan sudah jelas. Hukuman bagi pelaku dapat mencapai 5 hingga 10 tahun penjara, dengan denda yang tidak main-main, yakni dari Rp1 miliar hingga Rp1 triliun.

“Mereka yang melakukan kegiatan usaha tanpa izin di sektor jasa keuangan bisa dihukum 5 sampai 10 tahun penjara, dengan denda Rp1 miliar sampai Rp1 triliun,” jelas Friderica.

Meski penindakan sudah dilakukan, OJK mengingatkan bahwa edukasi dan literasi keuangan digital tetap menjadi kunci utama agar masyarakat tidak mudah terjebak scam.

OJK mencatat tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini berada di angka 66,46 persen, sedikit lebih tinggi dari rata-rata negara OECD yang sebesar 62 persen.

Namun, literasi finansial digital dinilai masih rendah sehingga banyak masyarakat yang rentan tergiur tawaran keuangan ilegal.

“Kalau kami bandingkan dengan negara-negara OECD, angka 66 persen itu sudah cukup baik. Tetapi, tentu harus terus ditingkatkan, terutama literasi keuangan digital masyarakat kita,” kata Kiki lagi.

Exit mobile version