Site icon Dunia Fintech

OJK Buka-bukaan Ihwal Tata Kelola Buruk Industri Asuransi

ojk mvs unicorn industri asuransi

JAKARTA, duniafintech.com – Industri asuransi belakangan ini acap kali dihadapkan pada sejumlah permasalahan, mulai dari banyaknya aduan atas produk unit link hingga kasus gagal bayar pada pemegang polis.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai persoalan tersebut muncul disebabkan karena tata kelola perusahaan yang buruk. Padahal, menurut Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK, Ahmad Nasrullah pihaknya telah menyiapkan segudang regulasi.

“Kalau boleh saya sampaikan, permasalahan-permasalahan yang sekarang terjadi terutama di beberapa perusahaan asuransi yang besar yang lagi jadi berita, itu memang di masalah tata kelola,” katanya dalam webinar, Kamis (23/12).

Dia menjelaskan, OJK telah menyiapkan banyak sekali regulasi untuk menjaga tata kelola industri asuransi ini. Bahkan, bisa dikatakan berlebih. Namun, sayangnya aturan tersebut tidak dijalankan dengan baik.

“Aturannya kita sudah banyak, soal tata kelola, manajemen resiko, manajemen risiko IT, kita punya. Sebenarnya kalau itu saja dijalankan dengan baik oleh perusahaan asuransi Insya Allah permasalahan-permasalahan sekarang ini enggak terjadi,” tuturnya.

Bahkan, OJK pun telah mengerangkai tiga tahapan industri asuransi, yaitu mulai dari tahapan desain produk yang akan dijual, tata kelola investasinya, hingga pembayaran ke konsumen.

“Jadi, saat mendesain produk pun itu sudah terjadi diskusi dengan kami sampai kami punya tingkat keyakinan oke Anda bisa jualan ini,” ucapnya.

Dalam hal mendesain produk sebelum ditawarkan ke nasabah, OJK pun telah memberikan berbagai pertimbangan dan kriteria ketat kepada perusahaan, apakah produk tersebut layak jual atau tidak.

Dia mengatakan, salah satu yang dilihat oleh OJK sebelum mengizinkan perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan melihat infrastruktur dan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

“Ketika mendesain produk itu aturan kita ketat, jadi enggak bisa sembarangan, lantas lolos begitu saja enggak. Kami lihat apakah untuk produk perusahaan asuransi cukup punya infrastruktur dan sumber daya untuk mengelola produknya,” ujarnya.

Kemudian, sebelum diizinkan untuk ditawarkan, regulator juga akan melihat apakah produk tersebut memiliki pangsa pasar yang jelas, apakah sudah memiliki harga yang sesuai dengan manfaat dan daya beli masyarakat, termasuk pula menghitung kecukupan modal dan aset perusahaan.

“Jadi, saat mendesain produk pun itu sudah terjadi diskusi dengan kami sampai kami punya tingkat keyakinan, oke Anda bisa jualan ini,” ucapnya.

Selain itu, OJK juga terus mengingatkan kepada perusahaan asuransi untuk memperhatikan proses distribusi produk asuransinya agar tidak menimbulkan miss persepsi kepada masyarakat.

Dia meminta agar setiap agen asuransi harus benar-benar memastikan bahwa produk yang mereka tawarkan dipahami dengan baik oleh nasabah, sehingga tidak muncul komplain atau merasa tertipu di lain waktu.

Tak hanya itu, dia meminta agar para agen asuransi ini tersertifikasi sehingga dapat memberikan informasi yang benar, bukan hanya sekedar mengejar target penjualan demi insentif semata.

“Yang terjadi sekarang indikasinya kami melihat macam expres selling dari para agen karena dikejar target, mungkin mereka lupa akan tugas utamanya sebenarnya menjelaskan produk ini dengan baik pada konsumen,” tuturnya.

Adapun, dalam pengelolaan investasi, OJK juga telah memberikan rambu-rambu yang cukup ketat, baik batasan-batasan secara kualitatif maupun kuantitatif. Hanya saja, rambu-rambu tersebut tidak bisa membatasi secara ketat instrumen investasi yang dipilih perusahaan asuransi.

“Kalau appetite perusahaan, misal mau nanam di pasar modal, kalau berharap return tinggi, risiko tinggi, ya, mereka akan bertahuh di situ, trading di saham lapis kedua. Yang gitu-gitu tak mungkin kami larang karena di pasar modal lumrah terjadi. Kami tidak mungkin buat aturan Anda hanya boleh investasi di saham blue chip atau LQ45,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan tata kelola asuransi saat ini adalah perihal penempatan portofolio investasi di industri asuransi yang terlalu agresif, mengharapkan retun yang tinggi, dan tidak didasari atas analisis fundamental yang baik

Karena itu, dia meminta agar perusahaan asuransi memperbaiki tata kelolanya secara menyeluruh. Hal ini untuk menghindari peristiwa aduan nasabah atas produk unit-link di DPR yang terjadi baru-baru ini terulang kembali.

“Artinya mungkin kita bisa meminimalisir ya potensi-potensi gaduh di industri, kalau ada kegaduhan-kegaduhan konsumen tolong dilayani dengan baik,” kata dia.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version