duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan Finacial Technology (Fintech) berbasis Peer-to-Peer (P2P) lending yang semakin berkembang pesat. Yang terbaru, OJK mewajibkan semua entitas P2P lending terdaftar dan diawasi regulator untuk menampilkan tingkat keberhasilan pengembalian pada hari ke-90 (TKB 90) serta meminta para pelaku Fintech menampilkan tingkat keberhasilan 90 hari (TKB) kepada publik per April 2019.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai langkah regulator tersebut bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam bisnis fintech kepada masyarakat.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus, mengatakan:
“P2P lending itu harus transparan sehingga [saat] pertama kali buka websitenya pada layer pertama sebelah kanan atas ada TKB 90. Aturan ini diterapkan per April 2019. Bila Anda baca kitab hukum perdata tentang pinjam meminjam antar pihak tidak ada namanya kredit macet, yang ada tingkat wanprestasi.”
Hendrikus pun menambahkan, bila borrower (peminjam) tidak membayarkan pinjamannya maka itu namanya wanprestasi. Artinya peminjam gagal menunaikan kewajibannya.
Hingga saat ini belum ada aturan batas bawah TKB 90. Regulator berharap lewat rasio ini, calon lender (pemberi pinjaman) dapat mengetahui risiko penempatan dananya dari pelaku fintech.
Hendrikus mencontohkan, bila sebuah entitas pelaku fintech P2P lending memiliki TBK 90 hanya 80% tapi memiliki imbal hasil atau bunga lebih dari 50%. Artinya ketidak berhasilan pembayaran 20% tapi bunga 50% maka masih ada keuntungan 30%.
Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah, mengatakan kepada Kontan perihal kebijakan OJK tersebut:
“Salah satu roh Fintech adalah transparan. Mau kinerja jelek atau bagus harus transparan. Hal ini mengharuskan mereka untuk berusaha jangan sampai jelek dan berbuat dengan baik kepada lender dan borrower.”
Terkait penting atau tidaknya batasan bawah TKB 90, Kuseryansyah bilang rasio ini sebetulnya ditujukan kepada lender. Lantaran bisa dijadikan sebagai acuan dalam keputusan untuk menempatkan dana.
Kuseryansyah pun menambahkan:
“Bila menginginkan bunga 20%, maka lihatlah TKB 90 yang paling tinggi. sehingga TKB 90-nya paling tinggi maka akan dipilih. Jadi lender akan berlomba-lomba untuk masuk ke segmen yang benar. Sehingga dengan return sekian harusnya TKB 90-nya sekian.”
Selanjutnya, lewat penampilan TKB 90 ini, Kus yakin P2P lending akan semakin selektif dalam memilih calon borrower. Sebab, tingkat keberhasilan (dipilih oleh lender) akan ditentukan oleh kemampuan borrower dalam mengembalikan pinjaman.
PT Kredit Pintar Indonesia juga setuju bila menggunakan istilah TKB 90 dari pada kredit macet atau NPL. Direktur Utama PT Kredit Pintar, Wisely Reinharda Wijaya mengatakan bahwa TKB 90 ini penting untuk diperhatikan lantaran penyaluran dana tidak dilakukan langsung oleh fintech, tapi dilakukan oleh lender.
Wisely pun mengatakan kepada Kontan:
“Tidak ada namanya NPL karena kami hanyalah platform dan tidak menyalurkan dana sendiri. Lebih cocok di ukur dari TKB yaitu tingkat keberhasilan pengembalian dana lender pada hari ke 90. TKB ini di publish di semua website P2P lending, dan dapat di lihat di Kredit Pintar TKB90 kami adalah 100%.”
Sekedar informasi, OJK telah mencatatkan TKB 90 P2P lending hingga Maret 2019 di level 97,38%. Nilai ini turun sebanyak 117 basis poin dari posisi Desember 2018 di 98,55%.
Adapun, tingkat wanprestasi 90 hari sebesar 2,62% pada kuartal I-2019. Nilai ini turun dibandingkan posisi Februari 2019 di level 3,18%. Kendati demikian, posisi ini masih lebih tinggi dibanding akhir 2018 di posisi 1,45%.
picture: pixabay.com
-Syofri Ardiyanto-