Site icon Dunia Fintech

OJK Terima Pengaduan Paling Banyak Soal Perilaku Debt Collector

ojk debt collector

JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 8.771 pengaduan yang berasal dari perilaku petugas penagihan kredit atau pembiayaan (Debt Collector).

Terkait hal (Debt Collector) tersebut, Direktur Humas OJK Darmansyah mengungkapkan sampai dengan 26 Agustus 2022, OJK menerima 199.111 layanan melalui berbagai kanal termasuk 8.771 pengaduan. Dalam pengaduan tersebut sebanyak 50 persen merupakan pengaduan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), 49,5 persen merupakan pengaduan sektor perbankan dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal.

“Jenis pengaduan yang paling banyak adalah restrukturisasi kredit/pembiayaan, perilaku petugas penagihan dan layanan informasi keuangan,” kata Darmansyah.

Baca juga: AFPI Berikan Masukan POJK Nomor 10/2022 Untuk Proteksi Nasabah

Dia mengatakan pihaknya saat ini melaksanakan edukasi keuangan secara masif, baik secara online melalui Learning Management System (LMS) dan media sosial serta tatap muka dengan melakukan kolaborasi bersama Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan lainnya.

“OJK juga terus mengoptimalkan peran 408 Tim Percepatan Keuangan Daerah (TPAKD) yang tersebar di 34 Provinsi dan 374 Kabupaten/Kota,” kata Darmansyah.

Dia menjelaskan program TPKAD antara lain Program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir atau K/PMR, yang telah menjangkau 337.490 debitur dengan nominal penyaluran sebesar Rp4,4 triliun, lalu program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) yang telah menjangkau 49,6 juta rekening atau 76,7 persen dari total pelajar.

“Total nominal tabungan sebesar Rp27,7 triliun dan program busines matching lainnya,” kata Darmansyah.

Baca juga: OJK Ajak Pelajar dan Mahasiswa Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan

Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengaku mendapatkan aduan dari korban-korban pinjol ilegal dengan mendaftarkan ke salah satu aplikasi dengan pinjaman bunga lebih tinggi untuk menutup utang sebelumnya.

Menurutnya dengan menggunakan cara seperti itu, pinjaman akan semakin besar. Kemudian beban yang harus ditanggung dan resikonya juga semakin besar. Akibatnya, konsumen akan menjual asetnya untuk menutupi utang tersebut.

“Ini akan terus menggulung hingga rumah pun terjual. Kami tidak ingin melihat yang tidak menyenangkan seperti itu,” kata Friderica.

Menurutnya masyarakat sulit membedakan antara perusahaan berizin mendirikan usaha dan izin kegiatan usaha, akibat sulit membedakan itulah masyarakat terjebak dengan pinjaman online ilegal.

“Jadi izin untuk perusahaan berdiri dan izin untuk melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan itu berbeda,” kata Friderica.

Baca juga: Pinjaman Online Terbaik Berizin OJK, Ini Pilihan Terbaiknya

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version