duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya kini memberikan ruang bagi perusahaan kecil atau yang biasa kita kenal “startup” dengan jumlah modal kurang dari Rp 30 miliar untuk melakukan penghimpunan dana dari publik di luar pasar modal.
Baca juga : Perkembangan Bitcoin dan Blockchain di Republik Liberia
Mekanisme yang dibentuk oleh OJK ini dinamakan Layanan Urun Dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi (equity crowdfunding). Aturan ini tertuang dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 yang diteken Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 31 Desember 2018.
Beleid ini memuat sejumlah aturan mengenai lembaga penyelenggara equity crowdfunding, pihak yang melakukan penawaran umum saham, dan pemodal yang akan menanamkan dana di perusahaan tersebut.
Baca juga : Kata Indodax Tentang Aset Digital The Abbys
Tidak jauh berbeda dengan penawaran umum di pasar modal, namun penawaran saham dengan mekanisme Layanan Urun Dana ini diselenggarakan oleh penyelenggara equity crowfunding, berbentuk perseroan terbatas atau koperasi dengan modal minimal dan modal disetor paling sedikit sebesar Rp 2,5 miliar.
Penyelenggara ini nantinya bisa bertindak sebagai penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek serta manejer investasi. Sementara, untuk perusahaan yang akan menawarkan saham dengan skema ini hanya boleh memiliki jumlah modal disetor maksimal Rp 30 miliar dengan jumlah kekayaan minimal sebesar Rp 10 miliar. Adapun total dana yang boleh diperoleh dari penawaran saham lewat skema Urun Dana ini paling banyak sebesar Rp 10 miliar.
Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan jangka waktu paling lama 12 bulan, sedangkan masa penawaran maksimal hanya 60 hari. Penawaran saham ini tidak dibatasi frekuensinya, artinya perusahaan dapat menawarkan saham lebih dari satu kali.
Untuk menjamin keamaan kepada pemodal, OJK pun memberi pembatasan jumlah dana yang boleh ditempatkan dalam mekanisme ini. Jika pemodal memiliki penghasilan kurang dari Rp 500 juta per tahun maka jumlah modal yang boleh ditempatkan hanya sebesar 5% dari penghasilan per tahun.
Jika pendapatan tahunan lebih dari Rp 500 juta maka jumlah modal yang boleh ditempatkan hanya sebesar 10% dari penghasilan tahunan. Pemodal pun tak boleh berbentuk badan hukum dan memiliki pengalaman berinvestasi di pasar modal.
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyambut baik adanya aturan ini karena dinilai dapat memberikan dukungan untuk pertumbuhan perusahaan dengan skala kecil dan menengah (small medium enterprise/SME).
Dilansir dari CNBC Indonesia, Fadjar Hutomo, Deputi Akses Permodalan Bekraf mengatakan bahwa seharusnya ini akan sangat supportive dan kondusif untuk growth startup atau SME exchange board.
-Dinda Luvita-