Open banking di Indonesia bisa menjadi potensi. Karena memang negara berkembang membutuhkan sistem ini. Mari kita bahas permasalahannya
Menurut fintecsystems sesuai laporan fintechnews.sg, titik awal Open Banking berawal sejak 1980-an ketika layanan perbankan online tersedia melalui panggilan. Pada tahun 2018, kerangka hukum Perbankan Terbuka merupakan Petunjuk Layanan Pembayaran 2 (PSD2) UE. Peraturan ini memungkinkan pembuatan API yang memungkinkan penyedia pihak ketiga (TPP) untuk meminta pengambilan data pelanggan.
Baca Juga : Kenapa Masyarakat Meminati Fintech? Ini Penjelasan Lengkapnya
Baca Juga : Perbankan Terbuka : Solusi untuk Negara Berkembang Seperti Indonesia
Namun masih sedikit perbincangan mengenai inisiatif ini dengan lembaga perbankan dan pembuat regulasi lainnya, termasuk di Indonesia. Sementara regulator di Indonesia belum menetapkan kerangka hukum apa pun terkait penerapannya di dalam negeri, inisiatif dari lembaga perbankan, lembaga non-perbankan, dan pihak pengatur muncul hingga tahun berjalan 2021.
Pengertian tentang Open Banking
Open banking adalah sistem yang menyediakan pengguna dengan jaringan data lembaga keuangan melalui penggunaan antarmuka pemrograman aplikasi atau Application Programming Interface (API).
Dengan ini, memudahkan nasabah untuk terhubung langsung dengan bank untuk proses transaksi, baik finansial maupun non-finansial. Melalui layananan ini, kebutuhan di era digital yang serba cepat dan agile, di mana bank harus mampu untuk menyediakan layanan berbasi teknologi digital telah terpenuhi.
Mengutip dari laman Investopedia (19/6/2019), standar Open Banking mendefinisikan bagaimana data keuangan harus dibuat, dibagikan, dan diakses. Dengan mengandalkan jaringan alih-alih sentralisasi, open banking membantu pelanggan jasa keuangan untuk secara aman berbagi data keuangan mereka dengan lembaga keuangan lainnya.
Perkembangan Regulasi
Peraturan Perbankan Terbuka perlu mampu untuk meningkatkan inklusi keuangan sambil juga mengutamakan keamanan data konsumen. Di Indonesia, badan pengatur seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan pernyataan.
Mereka akan mendukung lembaga non-perbankan, seperti perusahaan fintech, untuk mengadopsi strategi Perbankan Terbuka dengan membentuk kerangka hukum. Hal ini karena bagaimana fintech dan inovasi Perbankan Terbuka membantu perekonomian negara. Terutama ketika keadaan luar biasa seperti COVID-19 muncul.
Salah satu contohnya, pinjaman online yang melalui platform P2P lending mencapai Rp 146,25 triliun pada November 2020.
Pada tahun 2016, BI mengumumkan pembangunan Sistem Gerbang Pembayaran Indonesia / Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) dan juga regulatory sandbox untuk fintech. Pada tahun 2019, blue print SPI 2025 resmi diluncurkan ke publik.
Blue print tersebut memiliki lima inisiatif dan salah satu dari mereka. Termasuk bagaimana BI akan mendukung pelaksanaan Open Banking melalui open API . Standarisasi Open API oleh BI akan mencakup sisi teknis, keamanan, dan tata kelola.
OJK memberikan izin kepada total 152 platform P2P atau fintech lending Indonesia per Desember 2020. Bersamaan dengan SPI 2025 BI, OJK baru saja meluncurkan Sektor Keuangannya.
Master Plan Sektor Jasa Keuangan 2021-2025 (MPSJKI) kembali pada Desember 2020. Salah satu dari lima prioritas utama MPSJKI menyatakan bahwa OJK akan mendukung inovasi dan transformasi keuangan digital, termasuk Open Banking.
Selain kepatuhan data, Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) tahun 2016 lalu, juga telah mengatur tentang perlindungan data.
Adapun yang terlindungi adalah pengambilan, pengumpulan, analisis, penyiaran, dan lain-lain untuk Penyelenggara Sistem Elektronik. (PSE). Ini dapat merujuk pada perusahaan yang menyediakan sistem gateway atau disebut sebagai Open Banking enablers.
Meski tidak sespesifik mengatur inovasi keuangan seperti SPI BI atau MPSJKI OJK, KOMINFO tetap menjadi regulator utama perlindungan data konsumen.
Inisiatif Berbasis Pasar
Sebagai dasar mengapa peraturan baru muncul di negara ini, inisiatif berbasis pasar dari bank, fintech, dan pihak non-regulator lainnya memainkan peran kunci utama dalam implementasi Open Banking. Beranjak dari tahun 2015, riset dari Accenture , Bank-bank seperti BCA, BRI, BNI, Mandiri, Permata, CIMB Niaga, Bukopin, BTN, BTPN, dan Panin Bank mulai membuka akses API mereka kepada perusahaan fintech untuk bereksplorasi bersama.
Sebagian besar lembaga perbankan telah menyegmentasikan produk API mereka dalam kategori tertentu. Ini terbagi untuk kasus penggunaan yang berbeda, seperti verifikasi akun, inisiasi pembayaran, saldo waktu nyata, transaksi historis, dan lain-lain.
Selain menyediakan Open API, bank telah bekerja sama dengan fintech melalui program hackathon dan akselerator. Misalnya ada Finhacks dari BCA, Sembrani Wira Program dari BRI, dan BnV Labs dari Bukopin.
Program itu sendiri mengantisipasi terciptanya peluang baru di bidang jasa keuangan melalui peningkatan kolaborasi antara bank dan peserta fintech tersebut.
Sementara dari sisi inisiatif perbankan, tidak akan terasa adil jika tidak melengkapi inisiatif yang dimiliki fintech. Salah satu kasus penggunaan Open Banking yang paling umum ada di dalam gateway pembayaran.
Pembayaran telah menjadi fokus utama dalam strategi Perbankan Terbuka. Pemain seperti Midtrans, Xendit, Brankas mengaktifkan Open Banking – sistem pembayaran untuk diadopsi oleh merchant yang menggunakan layanan mereka.
Di sisi lain, pemain seperti Brick, lahir pada 2019, fokus pada API data keuangan untuk verifikasi data dan agregasi akun. Keberadaan fintech startup ini menjadi katalisator dan jembatan implementasi Open Banking dengan menyediakan layanan bagi perusahaan lain, seperti mengintegrasikan key API.
Berbagai kasus penggunaan muncul sebelum satu sama lain sepanjang waktu, karena produk bergantung pada permintaan konsumen. Vertikal fintech yang berbeda kemungkinan besar akan memahami penerapan Perbankan Terbuka berdasarkan kasus penggunaannya.
Misalnya, platform P2P mungkin lebih suka menggunakannya untuk mengurangi pengumpulan KYC manual dengan memverifikasi laporan keuangan pengguna secara langsung, sementara platform investasi mungkin lebih memilih API pembayaran langsung.
Peluang dan Pertumbuhan Open Banking di Indonesia
Permintaan konsumen terhadap digitalisasi ekosistem keuangan terus meningkat. Tren keuangan seperti inisiasi pembayaran, pinjaman online, pemanfaatan e-commerce, dan lainnya akan meningkat secara eksponensial.
Tidak hanya dari sisi jumlah pengguna maupun volume transaksi. Misalnya, BI mencatatkan pertumbuhan 30,44% YoY untuk transaksi uang elektronik pada Desember 2020.
Bank dan fintech bisa mengakomodasi tuntutan tersebut dengan inovasi utama. Khususnya dalam Open Banking dan Open API, untuk memaksimalkan pertumbuhan bisnis dan inklusi keuangan di Indonesia.
Penerapan Open Banking dan Open API bisa memberikan lebih banyak ruang untuk inovasi antara bank dan fintech. Model Perbankan Terbuka memungkinkan institusi untuk menciptakan produk keuangan yang lebih personal di antara konsumen.
Bersamaan dengan itu, pengaturan sistem Open API yang terstandardisasi di Indonesia yang bisa diluncurkan pada tahun 2025 merupakan langkah yang diperlukan untuk menciptakan adopsi inovasi-inovasi tersebut secara lebih aman dan masif.
Penulis : Contributor
Editor : Gemal A.N. Panggabean