Site icon Dunia Fintech

Open Labs: Livestream Jadi Tren Penjualan E-commerce di Indonesia

Livestream Jadi Tren Penjualan E-commerce Indonesia

JAKARTA, duniafintech.com – Brand aggregator nasional, Open Labs, mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia dalam dua tahun belakangan telah mengubah lanskap dunia usaha dan menumbuhkan ekosistem digital dengan sangat cepat.

Pandemi Covid-19 yang terjadi jelas merupakan faktor yang memberikan dampak besar pada sektor e-commerce di Tanah Air. Karena itu, CEO Open Labs Jeffrey Yuwono pun optimis dengan pertumbuhan industri ini.

“Menurut laporan terakhir dari Technology-empowered Digital Trade in Asia Pacific, total ukuran pasar eCommerce di Indonesia mencapai US$ 43.351 miliar atau Rp 628.6 triliun di 2021. Ukuran pasar tersebut menunjukkan potensi e-commerce Indonesia mendekati potensi Korea Selatan dan Tiongkok,” katanya dalam keterangannya, Selasa (8/3).

Dia pun mengungkapkan, dalam kajian yang dilakukan oleh Open Labs, tren penjualan e-commerce di Indonesia pada tahun ini akan lebih banyak digerakkan oleh penjualan melalui layanan live streaming.

Menurutnya, tren livestream shoping ini baru dimulai dalam beberapa tahun terakhir yang dipelopori oleh Taobao Live Alibaba di 2016. Tren ini telah menjadi sangat popular di 2020 selama pandemi hingga sekarang.

Bahkan, merk-merk global seperti Wallmart pun mengadopsi penjualan lewat platform-platform semacam TikTok untuk livestream shopping. Karena itu sampai pertengahan 2021, pasar livestream global telah melonjak hingga lebih dari US$60 miliar.

“Hanya masalah waktu saja tren ini akan menguasai Indonesia. Karena kita masih berada di tengah-tengah pandemi di tahun ini, tim riset kami telah menyimpulkan bahwa tren ini akan menjadi tren besar bagi eCommerce Indonesia di 2022,” ujar Jeffrey.

Tak hanya itu, dia pun memproyeksikan bahwa pertumbuhan sektor eCommerce Indonesia akan berada pada level moderat di 2022. Alasannya, karena organisasi-organisasi seperti Asian Development Bank (ADB) tidak meramalkan pertumbuhan yang pesat di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. 

Dalam suplemen rutinnya yang belum lama ini diterbitkan yaitu the Asian Development Outlook (ADO) 2021, ADB menyampaikan bahwa dengan kemunculan Omicron belum lama ini, PDB Indonesia diproyeksikan tumbuh hanya sekitar 5% dan pertumbuhan PDB yang tidak besar ini berarti daya beli konsumen-konsumen Indonesia tidak akan secara drastis meningkat di 2022. 

“Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Open Labs percaya pertumbuhan sektor eCommerce Indonesia akan berada pada level moderat,” ucapnya.

Namun demikian, Open Labs memperkirakan bahwa e-commerce masih akan menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia. Hal ini berkaca pada 2021 di mana gross merchandise value (GMV) Indonesia mencapai nilai total $70 miliar, yang berarti peningkatan pertumbuhan tahun ke tahun mencapai sebesar 49%. 

Peningkatan pesat tersebut disokong oleh pertumbuhan 52% di sektor eCommerce (e-Conomy SEA 2021). Bahkan, diproyeksikan pada 2025, ekonomi berbasis internet secara keseluruhan diprediksi mencapai $146 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) mencapai 20%. 

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa pada 2030, ekonomi digital Indonesia akan diharapkan tumbuh 5 kali lipat hingga mencapai US$330 miliar atau mencapai Rp 4,702 triliun.

Adapun, jika dilihat dari sisi produk, fashion atau kecantikan dan produk makanan masih akan terus mendominasi penjualan e-commerce dalam negeri. Selanjutnya diikuti oleh barang konsumsi elektronik dan home and living. 

Data perbandingan eCommerce dari Hootsuite telah menunjukkan bahwa kategori makanan dan perawatan pribadi di Indonesia telah tumbuh lebih dari 61% dan kategori fesyen-kecantikan telah tumbuh lebih dari 50 % antara tahun 2019 dan 2020. 

“Berdasarkan interaksi sehari-hari kami dengan merk-merk eCommerce, kami percaya tren ini akan terus bertahan di 2022 ,” lanjut Jeffrey.

Sementara itu, dia juga memperkirakan bahwa kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi masyarakat akan terus meningkat seiring dengan penetrasi digital yang semakin dalam.

Ini juga termasuk di dalamnya meningkatkan kepedulian akan pentingnya perlindungan identitas dalam transaksi-transaksi online. Sejalan dengan ini, operator bisnis digital akan menerapkan sistem-sistem keamanan verifikasi identitas yang lebih aman dibandingkan sistem dasar validasi kode via SMS yang masih banyak digunakan sekarang.

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version