Site icon Dunia Fintech

Padahal Sudah Diblokir, Pinjol Ilegal Kok Muncul Lagi?

kerugian investasi bodong dan pinjol ilegal diblokir

JAKARTA, duniafintech.com – Meski sudah diblokir oleh pemerintah, pinjaman online (pinjol) ilegal kembali bermunculan. Menanggapi itu, Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, pun angkat bicara.

Menurutnya, alasan di balik masih banyak pinjol ilegal di tengah masyarakat karena hal ini tidak lepas dari digitalisasi. Disampaikannya, para pelaku pinjol ilegal dapat dengan mudah untuk membuat web atau aplikasi kembali meski telah berkali-kali diblokir.

“Kalau dilihat dari pelaku, saat ini masih mudah membuat situs web, aplikasi, mengirimkan pesan SMS, dan sosial media yang penawarannya sangat mudah diterima masyarakat yang rata-rata memiliki smartphone,” katanya, dikutip dari Suara.com, Sabtu (12/2/2022).

Adapun kebanyakan server web pinjol ilegal ini, sambungnya, berada di luar negeri.  Hal itu juga menjadi kesulitan tersendiri bagi satgas untuk memberantas pinjol ilegal.

“Kenapa? Kalau kami blokir hari ini, mungkin besoknya baru lagi,” tuturnya.

Di sisi lain, ditinjau dari dari sisi masyarakatnya, ia menilai pemahaman masyarakat atau literasi mengenai pinjol ilegal ini pun masih rendah. Pasalnya, masyarakat masih mudah percaya akan penawaran-penawaran terkait pinjaman yang menggiurkan.

“Ada link aplikasi, misalnya ada link di SMS mereka isi dapat dananya, terus mereka terjebak,” sebutnya.

Di samping itu, lanjutnya, tidak sedikit pula masyarakat yang sejatinya sudah tahu pinjol ilegal, tetapi tetap nekat mengajukan permintaan dana.

“Tapi lagi butuh dana, pinjam di mana-mana nggak bisa, mertua ya nggak ngasih, terpaksa mereka pinjam ke sana. Ini terpaksa ada yang meminjam 10—20, bahkan ada ibu rumah tangga meminjam 141 pinjol,” ungkapnya.

Baca Juga:

Regulasi belum sempurna

Sementara itu, menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, hukum atau regulasi di Indonesia yang belum disempurnakan membuat penindakan terhadap pinjaman online atau pinjol ilegal ini tidak bisa dilakukan dengan cepat.

“Sektor keuangan kami tahu Undang-Undang Perbankan ini, seingat saya dikeluarkan 1992. Apalagi kalau UU Pasar Modal dan Asuransi lebih lama lagi, sedangkan praktik produk keuangan yang ada sekarang ini nggak spesifik mengatur. Bukan hanya pinjol saja, tapi juga akhir-akhir ini kami marak dengan produk investasi yang belum secara clear dalam perundangan,” katanya.

Ia pun mencontohkan bahwa saat ini marak di kalangan masyarakat mengenai perdagangan aset cryptocurrency yang menjanjikan keuntungan luar biasa bagi masyarakat. Akan tetapi, perlu ada pendalaman terlebih dahulu soal risiko yang jarang diketahui oleh masyarakat. 

Di lain sisi, situasi itu juga membuat pemerintah tidak boleh lengah, utamanya harus dilakukannya penyempurnaan hukum. Ditegaskannya, pihaknya saat ini sedang memasuki proses reformasi UU di sektor keuangan yang telah menjadi inisiatif DPR.

“Bahkan, berbagai versi draf (UU Sektor Keuangan) sudah tersedia. Kami butuh partisipasi ahli hukum untuk mendiskusikan berbagai hal terkait berbagai produk keuangan digital yang marak ini,” sebutnya.

Adapun sejumlah catatan yang perlu diperhatikan dalam penanganan pinjol ini, antara lain, banyak masyarakat yang lebih senang daftar ke pinjol ilegal atau tidak terdaftar di OJK. Pasalnya, platform pinjol ilegal lebih mudah diakses dan gencar menawarkan langsung ke masyarakat.

Ia pun menegaskan bahwa lantaran kemudahan dan kecepatan ini, masyarakat sering kali tidak sabar untuk membaca dan membandingkan apakah pinjol itu berizin OJK atau tidak. Padahal, akses ke website OJK data dilakukan 24 jam.

“Kalau enggak berizin, pasti kaidah etika ditabrak. Bahkan, penagihan juga melanggar etika. Masyarakat juga biasanya minjem Rp1 juta, satu minggu jadi Rp1,5 juta dan melupakan ini bunganya berapa. Setelah satu minggu nggak bisa bayar, ditagih dan ketakutan, ditawarin platform lain, di-klik lagi dengan pinjaman yang lebih gede sampai terakumulasi sampai 10 kali lipat. Inilah fenomena di masyarakat,” tandasnya.

 

 

 

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version