Site icon Dunia Fintech

Palo Alto Beberkan Skema Tantangan Keamanan Siber di Tahun 2020

Palo Alto

Pemaparan prediksi Palo Alto Networks soal keamanan siber di tahun 2020

duniafintech.com – Pergantian tahun semakin dekat, pemanfaatan teknologi juga semakin memenuhi segala sektor di Indonesia. Bersamaan dengan itu, jaringan global keamanan siber, Palo Alto membeberkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi setiap pihak yang bermain di sektor teknologi pada tahun 2020.

Diketahui, pemanfaatan teknologi dari berbagai lini, seperti sosial media, artificial inteligence, machine learning hingga internet of things (IoT) mempunyai segenap permasalahan yang  otomatis menghadirkan sejumlah tantangan, tak terkecuali soal keamanan.

Rentannya peretasan, phishing dan berbagai tindak kriminal di jagat maya tidak dipungkiri berasal dari majunya pemanfaatan teknologi di suatu wilayah. Oleh sebab itu, Kevin O’Leary selaku Field Chief Security Officer Palo Alto Networks, area Asia Pacific menggambarkan sejumlah transformasi tantangan dari sektor teknologi yang akan terjadi.

Baca juga:

Prediksi Keamanan Siber 2020 ala Palo Alto Networks

Ada pun Kevin menggambarkan beberapa tantangan yang akan dihadapi para pemain teknologi, khususnya di kawasan Asia Pacific. Beberapa diantaranya masih menyasar soal wacana adanya jaringan 5G di kawasan tersebut. Oleh karena itu, Dunia Fintech merangkum beberapa hal yang ia sampaikan berikut ini.

Kevin mengklaim bahwa jaringan 4G masih menjadi persoalan yang mendasar di Asia Pacific. Hal ini terkait nihilnya standar keamanan setiap pemain teknologi dalam mengoptimalkan layanan long term evolution (LTE).

Kevin pun menyebut bahwa ancaman berbentuk malware, IP Spoofing serta spam masih menjadi permasalahan mendasar setiap pemain teknologi di Asia Pacific. Hal ini juga menjadi tantangan untuk setiap provider dalam membentuk pakta keamanan yang memenuhi standar.

Kevin menambahkan, penyebaran 4G di kawasan Asia Pacific masih bersifat sporadis, atau belum merata. Hal ini membawanya pada kesimpulan bahwa infrastruktur 5G di region tersebut dapat dioptimalkan sekitar 10 tahun kedepan.

Adanya disparitas Sumber Daya Manusia di sektor teknologi tidak hanya menantang kawasan Asia Pacific saja, melainkan seantero dunia. Berdasarkan laporan Cybersecurity Workforce Study, diperlukan setidaknya 2,14 juta talenta yang mampu menata keamanan siber di jagat maya kawasan tersebut.

Hal tersebut tentunya menghadirkan segenap pertanyaan. Apakah hal ini dikarenakan jumlah talenta di bidang keamanan siber tak memenuhi kuota yang diinginkan industri. Jika demikian, mengapa masih banyak perusahaan yang memberikan posisi pekerjaan dengan bidang yang luas, namun tidak mengedepankan efisiensi yang realistis.

Mengenai hal ini, Kevin menegaskan perlunya perubahan secara fundamental dalam menata pengorganisasian setiap pihak yang menggunakan teknologi siber. Hal ini merujuk pada penggunaan automasi yang menghadirkan efisiensi serta keamanan jagat maya. Dengan adanya automasi maka sumber daya manusia hanya bertugas untuk mencari solusi non teknis, seperti komunikasi dan kolaborasi.

Fakta menyebut, aspek keamanan di jagat maya belum menjadi prioritas untuk para perusahaan di kawasan Asia Pacific. Hal ini tentunya menambah deretan tantangan dalam menyambut tahun 2020.

Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya sejumlah piranti yang dipasarkan tanpa adanya layanan pembaruan dan komponen penunjang kemanan, hingga hal ini akan berujung pada rentannya celah untuk penyusupan sistem yang telah dibangun.

Situasi tersebut juga semakin menantang, lantaran meningkatnya ancaman dari DDoS seperti malware Mirai Botnet yang mampu menyusup setiap perangkat yang tak dilengkapi keamanan yang menyeluruh.

Kevin pun menegaskan, akan terjadi perubahan masif di sektor IoT di level individu mau pun industri. Ia menjelaskan akan muncul penyusup sistem dengan berbagai metode, seperti log in perangkat berskala rumah yang rentan, hingga ancaman teknologi deepfake.

-Fauzan-

 

Exit mobile version