Site icon Dunia Fintech

Pay Later Makin Ngehits! Tren Baru atau Bom Waktu?

PayLater Makin Populer Melonjak 103,40%, OJK Siapkan Regulasi Khusus

PayLater Makin Populer Melonjak 103,40%, OJK Siapkan Regulasi Khusus

JAKARTA, 8 November 2024 – Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap pembelian barang menggunakan layanan “buy now pay later” (BNPL) semakin meningkat. Hal ini terlihat dari jumlah penyaluran piutang pembiayaan Pay Later oleh Perusahaan Pembiayaan (PP), yang mengalami kenaikan sebesar 103,4% hingga September 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan menyebutkan bahwa piutang BNPL oleh PP pada periode tersebut mencapai Rp8,24 triliun, diketahui bahwa nilai BNPL di sektor perbankan mencapai Rp19,81 triliun alias lebih rendah.

Agusman menjelaskan bahwa tingkat kredit macet atau Net Performing Financing (NPF) gross dan NPF net masing-masing tercatat sebesar 2,60% dan 0,71%.

Berdasarkan komposisi piutang pembiayaan utama, sebagian besar berasal dari masyarakat dalam segmen usaha non-produktif atau kategori lainnya, dengan segmen usaha mikro sebagai penyumbang berikutnya.

Aturan Khusus Penyelenggaraan Buy Now Pay Later

Saat ini, OJK sedang menyusun aturan khusus terkait penyelenggaraan BNPL, termasuk persyaratan bagi perusahaan pembiayaan yang menjalankan BNPL, pengelolaan sistem informasi, perlindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem keamanan, pengaturan akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak ketiga, serta manajemen risiko.

Perusahaan pembiayaan yang menyediakan layanan BNPL saat ini diatur oleh ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018, yang diperbarui dengan Peraturan Nomor 7/POJK.05/2022 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.

Kenaikan Penyaluran Pay Later

Kenaikan penyaluran pembiayaan BNPL ini terjadi bersamaan dengan penurunan daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga masih berada di bawah 5% pada kuartal III-2024 dengan angka 4,91%, sedikit turun dari 4,93% pada kuartal II-2024 dan jauh lebih rendah dibandingkan 5,05% pada kuartal III-2023.

Presiden Prabowo Subianto turut mengakui kondisi melemahnya daya beli masyarakat. Dalam rapat bersama Dewan Ekonomi Nasional yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan, isu ini menjadi salah satu topik pembahasan.

Exit mobile version