35.5 C
Jakarta
Rabu, 20 Agustus, 2025

Payment ID Batal Diluncurkan di HUTRI, Tapi Diuji Coba untuk Bansos

BANK Indonesia (BI) berencana melakukan uji coba sistem payment ID bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada Ahad, 17 Agustus 2025. Sistem tersebut tidak akan diluncurkan pada Agustus 2025, tapi akan diuji untuk mendukung penyaluran bantuan sosial (bansos).

“Kalau bahasa digital itu, sandbox, uji coba, eksperimentasi, piloting. Itu yang masih kami kerjakan di Bank Indonesia,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dicky Kartikoyono, dikutip dari Tempo

Meski demikian, Dicky menegaskan bahwa Payment ID belum akan resmi diluncurkan pada Agustus 2025. “Dukungan yang kami berikan use case-nya atau hal yang terkait uji coba adalah bansos non-tunai. Itu masih diuji coba. Bansos non-tunai akan ada program barunya oleh pemerintah di bulan September,” kata dia.

Menurut Dicky, penggunaan sistem ini secara khusus baru akan diuji coba bersama pemerintah bulan depan. “Dukungan yang kami berikan use case-nya atau hal yang terkait uji coba adalah bansos nontunai. Itu masih diuji coba. Bansos non-tunai akan ada program barunya oleh pemerintah di bulan September.”

Pilot project penyaluran bansos berbasis sistem digital itu rencananya baru akan pemerintah selenggarakan pada September mendatang. Dalam kesempatan berbeda, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) M. Firman Hidayat menyatakan seluruh warga Banyuwangi akan menerima digital ID. Sehingga pemerintah bisa memverifikasi identitas penerima bantuan.

“Semua masyarakat di Banyuwangi akan diberi digital ID. Ketika mereka diberi digital ID, kami bisa verifikasi, bisa pastikan bahwa si A adalah A, karena kan ada biometric recognition dan lain-lainnya,” ujarnya.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Dudi Dermawan, menyatakan bahwa Payment ID akan menjadi fondasi sistem pembayaran yang lebih transparan dan akuntabel. Hal itu ia sampaikan dalam Editors Briefing di Labuan Bajo, belum lama ini.

“Semua masyarakat di Banyuwangi akan diberi digital ID. Ketika mereka diberi digital ID, kami bisa verifikasi, bisa pastikan bahwa si A adalah A, karena kan ada biometric recognition dan lain-lainnya,” ujarnya.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Dudi Dermawan, menyatakan bahwa Payment ID akan menjadi fondasi sistem pembayaran yang lebih transparan dan akuntabel. Hal itu ia sampaikan dalam Editors Briefing di Labuan Bajo, Jumat, 18 Juli 2025.

Menurutnya, sistem ini bagian dari langkah penting pemerintah menghadirkan sistem keuangan yang sehat dan inklusif. Payment ID dapat mencatat dan menggabungkan data dari berbagai sumber keuangan seperti rekening bank, kartu kredit, dompet elektronik, hingga pinjaman daring.

Ia menjelaskan, sistem tersebut memungkinkan otoritas memperoleh gambaran lengkap mengenai profil keuangan seseorang, termasuk pendapatan, pengeluaran, utang, maupun investasi. “Payment ID ini sangat powerful,” ujar dia.

Sebagai proyek percontohan, Payment ID diuji coba untuk memverifikasi kelayakan penerima bantuan sosial (bansos). Dari uji awal terhadap sepuluh individu, ditemukan satu orang memiliki empat rekening sekaligus. Temuan ini, kata Dudi, menimbulkan pertanyaan mengenai kelayakan orang tersebut sebagai penerima bantuan.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa akses terhadap data verifikasi bansos hanya diberikan kepada lembaga berwenang, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengelola Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dudi memastikan BI tidak akan sembarangan membagikan data kepada pihak lain. “Kami sangat berhati-hati. Transparansi ini bisa disalahgunakan. Kami harus menjaga kepercayaan publik,” ujarnya.

Kekhawatiran Payment ID untuk Memata-matai Transaksi Rakyat

Bank Indonesia menyampaikan bahwa konsumen, terutama nasabah bank dan pengguna layanan pembayaran digital, akan memperoleh kemudahan dengan adanya integrasi data keuangan melalui Payment ID yang terhubung dengan identitas kependudukan.

Melalui sistem ini, proses know your customer (KYC) atau verifikasi data saat membuka rekening di bank maupun lembaga jasa keuangan dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu, masyarakat juga bisa mengakses riwayat transaksi dari berbagai platform dalam satu dasbor terpusat.

Meski menawarkan kemudahan, publik justru menyoroti sisi kerahasiaan data. Kekhawatiran muncul bahwa Payment ID berpotensi membuka informasi finansial yang seharusnya dilindungi. Sebagai contoh, data rekening perbankan secara hukum dijamin kerahasiaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Sejumlah pihak juga cemas apabila penerapan Payment ID membuat bank wajib menyerahkan data nasabah untuk diintegrasikan dengan sistem pembayaran lain, termasuk dompet digital milik perusahaan financial technology (fintech).

Tanggapan Bank Indonesia dan Istana

Bank Indonesia menegaskan bahwa Payment ID tidak akan digunakan untuk menembus ruang privat masyarakat dengan memeriksa detail transaksi keuangan secara individual.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menuturkan bahwa sistem tersebut sepenuhnya mematuhi prinsip kerahasiaan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

“Bahwa isu Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, itu tidak mungkin,” kata Dicky.

Ia menjelaskan, penggunaan Payment ID lebih difokuskan untuk memetakan potensi ekonomi di berbagai sektor, bukan mengawasi transaksi personal. “Tidak mungkin kami melacak siapa beli sepatu atau siapa makan di kafe. Yang kami butuhkan adalah data pertumbuhan industri sepatu, hotel, restoran, atau kafe. Data individu tidak akan pernah dilihat BI,” katanya.

Menurut Dicky, perekonomian nasional membutuhkan dukungan data yang akurat, terutama bagi sektor UMKM. Selama ini banyak pelaku UMKM kesulitan mengakses pembiayaan karena lembaga keuangan tidak memiliki rekam jejak kredit mereka.

Karena itu, Payment ID diharapkan bisa membantu memperluas akses pembiayaan dengan tetap mengedepankan prinsip persetujuan aktif (consent) dari pemilik data. Dicky menambahkan, setiap lembaga keuangan yang ingin membuka data ekonomi UMKM harus melalui prosedur ketat dan memperoleh izin dari pemilik data terlebih dahulu.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengklaim sistem pembayaran digital, Payment ID, tidak akan digunakan untuk memata-matai transaksi pribadi masyarakat. Pemerintah, kata dia, hanya ingin memonitor transaksi pribadi yang dilakukan masyarakat.

“Transaksi-transaksi yang kemudian harus bersama-sama kami monitor. Hasil monitornya itu peruntukannya untuk apa itu yang kemudian diatur,” kata dia di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Agustus 2025.

Prasetyo Hadi mengatakan monitoring transaksi tidak dilakukan sembarangan. Kategori data yang masuk dalam data pribadi akan dimonitor berdasarkan aturan yang berlaku. Dia menjamin data pribadi warga dilindungi. “Melihat data-data pribadi itu sudah ada aturannya,” kata dia.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU