JAKARTA, duniafintech.com – Kepala Divisi Humas Polri, Irjen (Pol) Dedi Prasetyo menyatakan, pihaknya akan menindak tegas pelaku pelanggaran dan penyimpangan kekarantinaan. Hal ini sesuai dengan arahan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang menindaklanjuti perintah dari Presiden Joko Widodo.
“Bagi pelanggar karantina yang terbukti melakukan pelanggaran dari hulu hingga hilir akan dilakukan tindakan tegas berupa dikenakan pidana penjara dan denda hingga Rp100 juta,”kata Dedi dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (6/2).
Dengan begitu, Dedi berharap semua pihak disiplin mematuhi protokol kesehatan. Dedi mengingatkan ada berbagai macam regulasi yang dilanggar bagi para pelaku pelanggaran dan penyimpangan kekarantinaan.
“Pasal 14 UU nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan itu hukuman penjara satu tahun dan denda Rp100 juta. Kalau ada penyuapan lebih tinggi lagi bisa dikenakan pasal korupsi,” terangnya.
Dalam hal ini, pihaknya telah memerintahkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri untuk membentuk tim khusus untuk mengusut adanya dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam kekarantinaan.
“Saat ini penyidik masih melakukan penyelidikan apakah ada tindak pidana dalam proses kekarantinaan. Jika ditemukan alat bukti, penyidik tak segan menetapkan tersangka,”kata Dedi.
Dedi memastikan pihaknya kini tengah bekerja dan telah melakukan komunikasi, koordinasi, verifikasi, dengan berbagai pihak mulai keimigrasian, kekarantinaan kesehatan kemudian Satgas Covid-19.
Baca Juga:
- Cerita Pahit WNI Karantina Harus Bayar Rp8,2 Juta dan Menunggu Berjam-jam
- Harga Hotel Karantina di Jabodetabek Dikeluhkan Mahal, Ini Tarif Resmi yang Diatur Pemerintah
“Tak hanya itu, pengelola bandara hingga petugas di bandara, sampai dengan ke hulunya adalah pihak PHRI yang mengelola jasa hotel tempat WNA maupun WNI yang karantina telah kami lakukan komunikasi,” jelas Dedi.
Sebelumnya, ada beberapa kasus pelanggaran kekarantinaan terjadi karena adanya blank area dari warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI) saat keluar pesawat hingga menuju Imigrasi.
Menurutnya, Blank area ini diduga kemudian membuat potensi terjadinya pelanggaran dan penyimpangan kekarantinaan. Adanya dugaan terjadinya transaksional sehingga WNA dan WNI yang harusnya karantina di tempat yang sudah disiapkan tapi tidak dilakukan.
Untuk meminimalisir hal tersebut, Dedi mengatakan, Aplikasi Monitoring Karantina Presisi dapat menjadi alat pengawasan digital bagi para pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
“Aplikasi Monitoring Karantina Presisi berfungsi sebagai mengawasi para WNA dan WNI yang masuk ke Indonesia dari mulai tiba hingga ke lokasi karantina,” jelas Dedi.
Sementara itu, sejumlah lokasi pintu masuk ke Indonesia baik bandara, pelabuhan dan pos lintas batas negara (PLBN) ia pastikan sudah menerapkan aplikasi tersebut.
Hingga saat ini aplikasi tersebut berjalan dengan baik dan efektif. Namun perlu di-cover pengawasan secara manual.
Dalam hal ini, diakuinya perlu kerja sama dari stakeholders lainnya seperti Satgas Covid-19 dan TNI untuk melakukan pengawasan secara konvensional.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra