Site icon Dunia Fintech

Penetrasi Internet  73,3%, OJK : Ini adalah Potensi dan Tantangan bagi Industri Finansial dan Digital

pembayaran digital

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, penetrasi internet atau penggunaan digital yang mencapai 73,3% dari total 270 juta penduduk Indonesia. Ini bukan hanya potensi bagi ekosistem finansial dan digital, tetapi juga tantangan. 

Namun, ini menandakan terjadinya pertumbuhan ekonomi digital yang cepat. 

Berkembang ekosistem digital tersebut di dalam negeri sekaligus menjadi tantangan bagi industri keuangan syariah maupun konvensional. Karena itu, agar dapat terus menjaga resiliensi industri keuangan di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, sektor keuangan konvensional dan syariah harus mampu memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut.

“Yang jadi tantangan dan potensi adalah pertumbuhan internet yang tinggi. Ini semua peluang untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat dalam webinar, Kamis (30/9). 

 Ekosistem Perbankan Berubah Sangat Cepat

Teguh pun menuturkan, dalam beberapa waktu terakhir telah terjadi perubahan yang sangat cepat di dalam ekosistem perbankan yang disebabkan oleh revolusi digital yang saat ini sedang terjadi.

Sistem komputasi, cloud system, artificial intelligence, digital banking, pembayaran open banking, virtual banking, termasuk shadow banking merupakan perubahan yang terjadi di dalam ekosistem perbankan, yang disebabkan oleh penetrasi teknologi.

Hal itu pula, sambungnya, kemudian yang membuat para nasabah dan stakeholder memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap perbankan konvensional maupun syariah, sehingga mau tak mau semua ekosistem keuangan harus bergerak ke digital.

“Ini menjadi suatu tantangan perbankan secara umum, bagaimana meningkatkan skala usaha, daya saing, meningkatkan kapasitas modal,” ujarnya.

Perlu Mitigasi Risiko

Lebih jauh, Teguh menuturkan, agar proses transformasi perbankan nasional ke digital dapat berjalan dengan mulus, sejumlah hal perlu dipersiapkan. Termasuk dalam hal memitigasi risiko yang mungkin terjadi.

Menurutnya, yang perlu dikembangkan adalah pembangunan infrastruktur cyber security. Hal ini untuk memberikan garansi dan keamanan bagi nasabah untuk bertransaksi secara digital.

Selain itu, pemerintah dan stakeholder terkait juga mesti dituntut untuk mendorong peningkatan literasi digital bagi masyarakat, agar dapat menghindari potensi fraud yang dapat merugikan masyarakat.

Di samping, itu penguatan sumber daya manusia (SDM) di internal industri keuangan sendiri juga perlu ditingkatkan, sehingga proses transformasi dapat berjalan secara paralel, baik dari luar dan dalam.

“Perlu mitigasi risiko digital, cyber security, risk manajemen dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM),” ucapnya. 

OJK Siapkan Blueprint Transformasi Digital

Untuk memantapkan komitmen pemerintah dalam mendorong transformasi digital di dalam negeri, OJK telah menyiapkan cetak biru atau blueprint transformasi digital perbankan di Indonesia.

Menurutnya, blueprint ini nantinya akan memberikan arah yang lebih konkrit bagi digitalisasi perbankan di Indonesia. Termasuk merancang strategi mitigasi risiko yang mungkin muncul sebagai akibat dari transformasi ini.

“Ini suatu respons kebijakan untuk memitigasi berbagai tantangan dan risiko dari transformasi digital yang ada dan juga akan memberikan arah yang lebih konkrit tentang digitalisasi perbankan ke depan,” tuturnya.

Memberikan Kemudahan Perizinan Bagi Bank

Di samping itu, OJK juga telah merilis peraturan OJK (POJK) No. 13/POJK.03/2021 POJK tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum. POJK tersebut isinya mendukung inovasi perbankan melalui perizinan yang lebih cepat dan mengedepankan manajemen risiko.

Teguh menjelaskan, POJK 13 ini mengklasifikasikan produk perbankan menjadi produk bank dasar dan produk bank lanjutan. Untuk produk bank dasar izin yang diperlukan cukup dengan melaporkan kegiatannya.

Sedangkan, untuk produk bank lanjutan membutuhkan izin yang disetujui regulator dengan melakukan uji coba terbatas atau piloting project terlebih dahulu. Setelah itu izin baru dikeluarkan.

“Intinya untuk dukung inovasi perbankan melalui perizinan yang lebih cepat dan mengedepankan manajemen risiko,” tuturnya. 

Mendorong Perbankan Syariah yang Terintegrasi

OJK pun terus mendorong agar industri keuangan syariah terus terintegerasi dengan berbagai industri, untuk meningkatkan rantai pasok produk halal atau halal value chain di pasar dunia.

Bank Syariah, tambahya, harus dapat diintegrasikan dengan berbagai industri seperti industri farmasi, industri fashion, industri kosmetik halal, industri wisata halal, penyelenggaraan umrah, dan termasuk industri fintech syariah.

“Intinya semua industri harusnya memakai bank syariah dan pasar modal syariah yang ada,” terangnya.

Baginya, momen ini harus terus dimanfaatkan karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Selain itu, populasi penduduk muslim dunia terus meningkat, pada 2020 mencapai 1,9 miliar jiwa ini diperkirakan akan bertambah 2,2 miliar jiwa atau sekitar 26,4% dari populasi global tahun 2030. 

“Kita harap agar ada suatu industri halal di Indonesia, sehingga bisa jadi momentum bank syariah untuk memaksimalkan sektor itu melalui layanan keuangan yang andal dan berbasis digital,” tegasnya.

Reporter : Nanda Aria

Editor : Gemal A.N. Panggabean

Exit mobile version