JAKARTA, duniafintech.com – Pengacara korban binomo Cs, Finsensius Mendrofa mendorong agar DPR RI menggodok regulasi terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) lewat aset digital. Hal ini diungkapkannya saat melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu.
Regulasi ini menurutnya perlu segera dibuat, sebab makin marak kejahatan digital yang terjadi belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi digital yang ada. Apalagi, saat ini telah muncul kasus penipuan dalam bentuk digital yang dilakukan oleh Indra Kenz dan Doni Salmanan.
“Memang ini tentu sangat sulit (diungkap), itu kenapa kami dorong di komisi III kami dorong untuk buat satu regulasi berkaitan dengan kejahatan digital,” katanya kepada Duniafintech.com, Senin (28/3).
Pasalnya, menurut Finsensiu, saat ini regulasi terkait kejahatan digital belum ada di dalam negeri. Namun, praktik kejahatan digital ini telah duluan muncul. Misalnya, seperti korban binomo dalam kasus Indra Kenz yang berusaha menyembunyikan aset hasil TPPU-nya ke dalam bentuk aset digital atau kripto.
Aset ini pun disembunyikan di kripto luar negeri. Berdasarkan paparan dari Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, terungkap bahwa aset yang disembunyikan crazy rich asal Medan ini dalam bentuk kripto sedikitnya mencapai Rp58 miliar.
Oleh karena itu, Finsensius pun menyebut TPPU yang dilakukan Indra Kenz ini sebagai TPPU Gaya Baru, pasalnya, pengalihan aset ke dalam bentuk digital ini baru terjadi belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi. Sebelumnya, motif TPPU hanya berupa aset fisik.
“Dulu enggak ada. Sehingga hukum kita pun pasti sedikit mengalami kekosongan hukum dalam kasus ini, tapi kami yakin betul penegak hukum kita yaitu Polri mereka akan lebih tahu bagaimana melakukan penyitaan terhadap barang ini,” ucapnya.
Namun demikian, untuk kasus ini dia yakin bahwa Kepolisian RI tetap akan dapat menelusuri dan menyita aset yang dimiliki oleh tersangka, meskipun belum memiliki landasan hukumnya.
Sebab, dengan melakukan penelusuran aliran dana tersebut hingga ke sumber utamanya akan dapat mengungkap orang-orang yang terlibat atau membantu Indra Kenz dalam menyembunyikan asetnya.
“Jadi, tapi yg berkaitan dengan penyitaan ini yang tahu mekanismenya Polri dan kita percayakan ke Polri apabila ini bisa diungkapkan dan disita Polri tentu ini sebuah prestasi besar dan sebuah hal baru dalam proses penegakan hukum kita terutama dalam hal TPPU,” tegasnya.
Sementara itu, saat dihubungi terpisah Praktisi Hukum Ricky Virnando mengatakan, pihak penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian RI yang bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tetap dapat menyita aset tersangka.
Meskipun, aset tersebut berada di luar negeri dan disimpan dalam bentuk mata uang digital kripto. Lebih-lebih, transaksi di dalam ekosistem blockchain dapat melacak setiap transaksi yang terjadi, sehingga praktik pencucian uang tetap dapat dilacak.
“Bisa, biasanya diblokir dulu baru disita. Kalau di bank kan polisi minta bank blokir duluan supaya enggak bisa diapa-apain lagi atau isi uang dalam suatu rekening, baru setelahnya disita. Itu juga berlaku dalam kripto,” katanya saat dihubungi Duniafintech.com, Sabtu (26/3).
Adapun, berkaitan dengan aset tersangka yang berada di luar negeri, Ricky mengatakan bahwa Kepolisian RI dapat bekerjasama dengan kepolisian di negara manapun dalam upaya penindakan kasus kejahatan atau pencucian uang.
“Nanti Polri bekerjasama dengan pihak kepolisian di negara di mana kripto itu berada. Kripto bisa diblokir,” ujarnya
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada