Site icon Dunia Fintech

Pesan Untuk Milenial: Tak Ada Jalan Pintas Menuju Kesuksesan, Kecuali Terlahir Kaya

kaum milenial ilustrasi

JAKARTA, duniafintech.com – Aksi pamer kekayaan atau flexing yang dilakukan oleh influencer atau yang biasa juga disebut sebagai ‘crazy rich’ di sosial media belakangan ini berakhir pada kasus hukum. Hal ini menyusul ditemukannya tindak pidana penipuan dan pencucian uang atas kasus binary option.

Buntut dari kasus ini adalah ditetapkannya dua tersangka, yaitu crazy rich asal Bandung, Doni Salamanan dan crazy rich asal Medan, Indra Kenz. Kepolisian pun kini tengah menyita aset dan menelusuri aliran uang kedua tersangka.

Menanggapi kasus ini, Perencana keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho pun angkat suara. Dia meminta masyarakat, utamanya generasi milenial untuk lebih kritis melihat aksi influencer ini, agar tidak terjebak investasi bodong.

Pasalnya, di era digital ini, sosial media kerap kali dijadikan ‘etalase’ oleh influencer untuk membangun personal branding-nya, sehingga meyakinkan followers-nya untuk ikut dalam penawaran investasi bodong yang disodorkan.

“Karena, bisa jadi mereka yang terlihat kaya dan makmur, ternyata barang-barang yang dimiliki bukan miliknya sendiri ataupun masih berhutang atau mencicil untuk memilikinya, katanya kepada Duniafintech.com, Senin (14/3).

Andy pun mengingatkan, tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Tidak semudah yang diiming-imingi oleh influencer tadi. Maka generasi milenial harus jelih.

Semua kesuksesan yang diraih oleh seseorang, sambungnya, selalu dimulai dengan kerja keras dan proses yang tak mudah. Kecuali, memang terlahir sebagai anak orang kaya.

“Kita harus memahami bahwa tidak ada yang namanya jalan pintas menuju kesuksesan. Sekecil apapun, tetap saja harus ada sesuatu hal yang kita lakukan atau korbankan untuk bisa mencapainya. Kecuali semisal memang takdir menggariskan kita lahir di keluarga yang kaya raya,” ujarnya. 

Namun, tambahnya, bagi masyarakat yang tidak memiliki privilege terlahir dari keluarga kaya, maka yang harus dilakukan untuk mengejar kesuksesan tersebut adalah dengan belajar dan berusaha memahami bagaimana caranya agar bisa mencapai kesuksesan tersebut. 

“Selain itu pasti usaha tersebut membutuhkan komitmen dan konsistensi yang tinggi, karena bisa jadi kita membutuhkan waktu yang relatif lama untuk bisa menuai hasil dari apa yang kita lakukan,” ucapnya.

Hal senada pun disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurutnya, dengan banyaknya korban penipuan influencer ini masyarakat dan generasi milenial harus terus mengedukasi dirinya, lebih-lebih terkait literasi keuangan digital.

Pasalnya, di dalam dunia investasi tidak ada yang dinamakan dengan keuntungan pasti atau fix income bagi investor, seperti yang dijanjikan oleh para influencer ini. Oleh karena itu, jangan mudah terjerumus dengan janji-janji manis yang ditawarkan penjaja investasi bodong.

“Kan ini menjanjikan udah pasti untung sekian persen, kaya robot trading dipastikan untung 70% setahun, ini kan lebih dekat dengan investasi bodong atau skema ponzi,” ujarnya.

Hanya dengan meningkatkan literasi keuangan, lanjutnya, jebakan investasi bodong ini dapat dihentikan. Sebab, kerap kali influencer nakal ini memanfaatkan gap literasi keuangan masyarakat untuk menjebak calon korban.

“Karena (korban) tidak membaca deskripsi produk dan juga tidak mengetahui mekanismenya atau kemudian juga ketika dijanjikan keuntungan yang pasti tidak melakukan kroscek, tidak melakukan cek ulang legalitas usahanya,” ucapnya.

Literasi keuangan ini juga dibutuhkan agar masyarakat dapat memilih mana manajemen investasi yang terpercaya. Karena, tidak semua orang bisa dengan leluasa memberikan rekomendasi instrumen investasi yang baik bagi masyarakat, semuanya harus terdaftar dan berizin dari OJK atau lembaga terkait. 

Sementara, influencer hanya bermodalkan sosial media dengan segala pencitraan kesuksesan yang dimilikinya.

“Jadi selain dari sisi pemerintah dan penegakan hukum, juga dari sisi masyarakat harus ada benteng menghadapi makin banyaknya influencer yang menyesatkan, tidak memberikan literasi keuangan, tapi justru menjerumuskan,” terangnya.

 

 

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version