Site icon Dunia Fintech

Polemik JHT di Usia 56 Tahun, Ditentang Buruh Didukung Pengusaha

aturan baru jht

JAKARTA, duniafintech.com – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang menuai polemik di masyarakat.

Pasalnya, dalam Permenaker tersebut diatur ketentuan bahwa JHT hanya bisa dicairkan setelah buruh berusia 56 tahun. Permenaker ini menggantikan Permenaker No. 19/2015 yang membolehkan peserta mencairkan dana JHT saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menyoal permen ini, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan, bahwa pihaknya mendukung perjuangan serikat buruh yang menolak keberadaan aturan yang dinilai merugikan pekerja tersebut.

“Pertanyaannya, apa urgensi dari revisi beleid tersebut? Partai Buruh melihat, tidak ada urgensi apa pun terkait dengan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,” katanya dalam keterangannya, Senin (14/2).

Dia menilai, terbitnya peraturan tersebut tidak tepat karena masih dalam suasana pandemi Covid-19, di mana PHK masih tinggi, dunia usaha masih terpuruk. Bahkan, ketidakpastian masih berlanjut karena adanya gelombang omicron.

“Bahkan salah satu pejabat tinggi WHO memprediksi secara resmi bahwa gelombang Covid-19 berikutnya jauh lebih berbahaya dari varian omicron dan varian delta. Ini akan memukul lagi ekonomi,” ucapnya.

Oleh sebab itu menurutnya, jika ke depan gelombang PHK akan besar, salah satu sandaran buruh untuk dapat bertahan pastilah JHT. Namun JHT baru bisa diambil pada usia 56 tahun, padahal JHT merupakan salah satu ‘pegangan’ penting ketika buruh mengalami PHK. 

Sehingga ketika ada aturan yang membuat JHT baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun, buruh yang di-PHK akan semakin menderita.

Baca Juga:

“JHT itu pertahanan terakhir pekerja atau buruh yang mengalami PHK akibat pandemi. Kalau tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu buruh harus makan apa?” ujarnya.

Dengan aturan yang baru, lanjut Said Iqbal, buruh akan dirugikan. Sebagai contoh, Ketika ada buruh ter-PHK atau berhenti bekerja di usia 30 tahun. Maka dia harus menunggu selama 26 tahun untuk bisa mengambil uang JHT miliknya.

Dengan adanya kebijakan ini, lanjutnya, Menaker seperti tidak bosan-bosannya ‘menindas’ dan bertindak tanpa hati. Padahal, buruh baru saja dihantam PP 36/2021 tentang pengupahan yang membuat beberapa daerah tidak naik. 

“Bahkan kalau pun naik, kecil sekali. Bahkan kalau pun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya ke toilet umum. Kenaikannya per hari di kisaran Rp 1.200. Sedangkan ke toilet saja besarnya Rp 2000,” kata Iqbal.

Karena polemik pekerja yang berlarut ini dia pun meminta agar Presiden Jokowi untuk memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

“Sebenarnya ini menteri pengusaha atau menteri ketenagakerjaan? Sebaiknya Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.  Saya mencatat, Menaker saat ini kerap mementingkan kelompok pengusaha. Bukan buruh atau pekerja. Terbukti dari berbagai kebijakan yang dikeluarkannya,” ucapnya.

Dia pun menegaskan bahwa dalam waktu dekat, Partai Buruh juga akan ikut melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemenaker bersama-sama dengan ribuan buruh untuk mendesak agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 segera direvisi.

Dukungan Pengusaha

Sementara itu, di tengah gelombang penolakan kaum buruh, pengusaha malah mendukung kebijakan Kemenaker ini. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang.

Dia bilang, kalangan pengusaha menilai bahwa Permenaker No.2/2022 tersebut sudah sangat tepat. Karena sesuai dengan filosofinya Jaminan Hari Tua yang seyogyanya dapat dinikmati ketika usia produktifnya mulai menurun dan sudah memasuki pensiun sehingga pekerja tersebut memiliki bekal dihari tua atau dapat dijadikan modal usaha.

“Perubahan ketentuan pencairan JHT ini sangat jelas untuk memastikan atau menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya disaat memasuki pensiun, tidak untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek disaat usia produktif,” katanya. 

Menurutnya program pemerintah ini seharusnya mendapat dukungan penuh dari kalangan serikat pekerja/buruh karena ini sebagai bukti bahwa pemerintah sangat memikirkan kesejahteraan pekerja di usia tuanya. 

Manfaat JHT ini, sambungnya, merupakan tabungan yang apabila dicairkan dalam jangka waktu yang lama akan menguntungkan peserta karena dikelola BPJS Ketenagakerjaan dan penjamin program JHT ini adalah pemerintah. 

“Sehingga tidak perlu ada yang dikawatirkan, program JHT ini dari oleh dan untuk pekerja,” ujarnya.

Dia menjelaskan, jika pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pemerintah sudah memiliki Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan mendapatkan manfaat dalam bentuk uang tunai selama enam bulan.

Dengan rincian tiga bulan pertama diberikan sebesar 45% dari upah maksimal Rp5 juta dan tiga bulan berikutnya sebesar 25% dari upah maksimal Rp5 juta. Selain itu, korban PHK juga akan mendapatkan akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.

“Jadi ketika pekerja terkena PHK jangan langsung yang dipikirkan pencairan JHT, anggap itu tabungan jangka panjang yang akan dinikmati kelak untuk kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga,” terangnya.

Namun, di tengah dukungan pengusaha itu, dia mengatakan bahwa jika memang Permenaker ini dianggap merugikan peserta, masih ada waktu untuk berdialog kepada pemerintah.

Karena masa efektif berlakunya masih tiga bulan lagi atau tanggal 4 Mei 2022. Akan tetapi menurutnya akan lebih baik diberikan masukan yang mengarah kepada pengelolaan yang lebih profesional dan transparan dengan dukungan pelayanan yang berbasis IT sehingga dapat memudahkan pencairan pada waktunya.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version