JAKARTA, duniafintech.com – PPh 22 bendaharawan merujuk pada penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No.253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Sebagai informasi, di Indonesia memang dikenal ada banyak jenis pajak. Beberapa di antaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
Di sisi lain, terkait kebijakan Menteri Keuangan tadi, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22, yakni menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Mengenal PPh 22 Bendaharawan
Adapun PPh Pasal 22 ini adalah pemungutan PPh Pasal 22 saat orang pribadi atau badan usaha melakukan penjualan barang ke instansi pemerintah, dengan mekanisme pengenaannya, yaitu dipungut oleh bendahara.
PPh Pasal 22 ini pada dasarnya merupakan pemungutan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian barang. Yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 ini adalah sebagai berikut:
- Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
- Bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga
- KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
Objek PPh 22 Bendaharawan
Menurut Undang-Undang No. 36/2008, objek pajak PPh 22 adalah barang yang dianggap menguntungkan, dalam arti bahwa baik penjual maupun pembeli sama-sama dapat mengambil keuntungan dari transaksi perdagangan ini.
Di sisi lain, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No.34/PMK.010/2017, objek PPh Pasal 22 adalah impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, yang dilakukan oleh eksportir.
Tarif PPh 22
Adapun pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini dilakukan ketika pembelian barang atau pelaksanaan pembayaran oleh bendaharawan pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan tarif 1,5% x harga/nilai pembelian barang.
Jika wajib pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak punya Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP), tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x 200%).
Pembagian tarif PPh 22 ini adalah seperti berikut ini:
- Impor— PPh 22 Impor
- Memakai Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor.
- Non-API = 7,5% x nilai impor;
- Tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
- Pembelian barang DJPb, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
- = 1,5% x harga pembelian (tak termasuk PPN & tidak final).
- Penjualan produk yang ditentukan atas dasar Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Semen = 0.25% x Dasar Pengenaan Pajak PPN (tidak final)
- Kertas = 0.1% x Dasar Pengenaan Pajak PPN (tidak final)
- Otomotif = 0.45% x Dasar Pengenaan Pajak PPN (tidak final)
- Baja = 0.3% x Dasar Pengenaan Pajak PPN (tidak final)
- Penjualan produk atau pemberian produk oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pelumas, serta gas. Pemungutan PPh Pasal 22 kepada agen/penyalur, sifatnya final. Di luar agen/penyalur, sifatnya tidak final.
- Pembelian bahan yang diperlukan industri atau ekspor dari pedagang, maka ditentukan 0,25 % x harga beli (tidak termasuk PPN).
- Impor kedelai, tepung terigu serta gandum oleh importir yang memakai API = 0,5% x nilai impor.
- Penjualan (5% harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM).
- Pesawat udara seharga lebih dari Rp20 juta.
- Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp10 juta.
- Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp10 juta dengan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi.
- Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp10 juta dan/atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi.
- Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa seharga lebih dari Rp5 miliar. Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 CC.
- Bagi yang tidak mempunyai Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) akan dilakukan pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.
Contoh Cara Menghitung
Adapun Pasal 22 Undang-Undang PPh No.36/2008 menyatakan bahwa adanya pajak yang dikenakan untuk kegiatan penyerahan barang, kegiatan di bidang impor ekspor, dan penjualan barang mewah. Cara menghitung PPh 22 Bendaharawan ini, yaitu tarif pajak dikalikan nilai impor/harga jual lelang/DPP PPN/harga beli.
Misalkan, bendahara membeli sebanyak 4 printer dari PT ABCD dengan harga beli Rp22.000.000 (harga termasuk PPN). Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah sebagai berikut:
- Harga pembelian = Rp22.000.000
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp20.000.000 (100/110 x Rp22.000.000)
- PPh Pasal 22 (1,5% x Rp20.000.000) = Rp300.000
Pembayaran
- PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran oleh KPP Pratama/KPPN atau Bendahara atau penyerahan barang oleh Wajib Pajak.
- PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara.
- Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendahara. Dalam hal pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), SSP juga diisi oleh atas nama rekanan serta ditandatangani oleh KPPN.
- Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada SSP cukup diisi angka 0 (nol) kecuali untuk tiga digit kolom kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama diisi dengan kode KPP Pratama/KPP tempat bendahara terdaftar.
Pengecualian Pemungutan PPh 22
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
- Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
- Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp2 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum, dan benda-benda pos.
- Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
- Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
- Pembelian barang dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
- Pembelian barang dengan nilai maksimal pembelian Rp2 juta dengan tidak dipecah-pecah dalam beberapa faktur.
Demikianlah penjelasan mengenai PPh 22 bendaharawan yang penting untuk Anda ketahui. Setelah memahami salah satu jenis pajak ini, Anda kini tidak lagi terkena masalah di kemudian hari lantaran tidak sadar belum melakukan kewajiban untuk membayar pajak.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra