JAKARTA, duniafintech.com – Beberapa startup lokal mulai menjajaki membuka platform tempat musisi dan kreator bisa menjual karya mereka dalam bentuk NFT. Satu pemain baru di pasar NFT yang tengah bersiap untuk diluncurkan adalah Artpedia.
Didirikan pada 2021, Artpedia ingin membedakan dirinya dari yang lain dengan mengintegrasikan beberapa solusi Ethereum Layer 2 (L2) seperti Optimism, Polygon, Starknet, dan Arbitrum, dengan tujuan memfasilitasi transaksi lintas blockchain.
Artinya, pengguna akan dapat membeli NFT yang dicetak di satu L2 dengan ETH yang disimpan di L2 lain di Artpedia.
Ini akan mengurangi satu masalah utama dalam perdagangan NFT, karena pengguna Artpedia tidak perlu menjembatani ETH secara manual menggunakan protokol seperti Hop. Selain itu, Artpedia saat ini sedang menjajaki NFT multi-rantai sehingga pengguna juga dapat mentransfer NFT mereka dari satu L2 ke L2 lainnya.
Melansir CNBC Indonesia, pendiri Artpedia, Arjuna Sky Kok, membayangkan Artpedia akan menjadi jembatan untuk memindahkan aset antara L2 yang berbeda.
“Ini bukan OpenSea Indonesia,” kata Kok saat pertama kali mengumumkan Artpedia pada Februari lalu, dikutip dari laman Hybrid.
Seperti namanya, Artpedia akan fokus pada NFT seni, tetapi nantinya akan diperluas ke NFT lain seperti video game, sertifikat, dan likuiditas.
Artpedia juga ingin menghadirkan fitur yang memungkinkan orang mengisi dompet kripto mereka di L2 menggunakan dompet digital tradisional seperti GoPay, OVO, atau Dana. Ini akan membantu meningkatkan aksesibilitas dengan melompati bursa crypto dan mainnet.
Untuk artis dan pencipta yang baru mengenal ruang NFT dan tidak cukup akrab dengan cara kerja teknologi kripto, Artpedia juga akan menawarkan untuk menjadi kustodian.
Kok mengakui, bahwa pengaturan semacam ini akan bertentangan dengan sifat desentralisasi Web3, tetapi dia percaya bahwa ini mungkin merupakan kebutuhan sementara mengingat kondisi pasar saat ini, setidaknya sampai dompet kripto mencapai status arus utama.
Ada platform bernama Netra, yang merupakan platform web3 berbagi royalti (royalty sharing) melalui NFT dengan memanfaatkan teknologi blockchain.
Dengan menerapkan prinsip desentralisasi, keuntungan yang diperoleh melalui streaming musik akan langsung diberikan ke musisi dan dapat diklaim oleh pemilik NFT tanpa intervensi pihak ketiga.
“Jadi memang tujuan awalnya itu untuk mendesentralisasi musik. Kalau misalnya dari dulu musik itu dikuasai satu institusi contoh label atau publisher, jadi kini musik bisa didistribusikan,” kata COO Netra Bryan Blanc, beberapa waktu lalu.
Layanan Web3 Netra memungkinkan musisi lokal Indonesia menawarkan kepemilikan dan hak royalti atas karya musik mereka dalam bentuk aset digital NFT ke para penggemar.
Baca juga: Terobosan Baru, PSS Sleman Hadirkan NFT Sembodoverse Buat Para Penggemar
Selain musisi, para penggemar juga jadi punya kesempatan ikut berkontribusi sebagai investor yang punya kepemilikan dan bisa mendapat royalti dari streaming.
Pembagian royalti, tergantung dengan yang kesepakatan. Tapi biasanya, kata Bryan, ada di angka 50 persen. Ia memberi contoh seperti Titi DJ yang beberapa waktu lalu baru saja bergabung.
Baca juga: David Beckham Jajaki NFT dan Metaverse, Kini Sedang Daftarkan Merek Dagang
“Bu Titi approach kami tanya berapa persen hak royalti, hak milik lagu ini yang ingin diberikan kepada publik. Bu Titi setuju 50 persen, jadi 50 persen dari hak milik lagu ini akan dipecahkan menjadi NFT,” jelas Bryan.
Untuk perhitungan royalti sendiri, distribusi akan dilakukan setiap 3 bulan ke wallet yang telah terkoneksi dengan website Netra di netra.live, yang juga sebagai penanda kepemilikan NFT.
Royalti berasal dari streaming platform semacam Spotify, Apple Music, Youtube dan lainnya tempat lagu diputar.
Baca juga: Temuan Baru, Polisi Sita Flashdisk Berisi Data Perusahaan Koin Kripto Milik Indra Kenz
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada