JAKARTA, duniafintech.com – Perbankan mulai agresif lagi menyalurkan kredit ke sektor pelaku UMKM. Terbukti, data Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan ke sektor UMKM tumbuh 16,9% year on year (yoy) mencapai Rp 1.195,4 triliun per April 2022.
Namun, kredit UMKM baru menyumbang 20,02% dari total portofolio penyaluran kredit perbankan yang mencapai Rp 5.969,1 triliun per April 2022. Padahal, BI bercita-cita agar penyaluran kredit ke UMKM ini bisa lebih besar lagi.
Oleh sebab itu, BI telah merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Lewat kebijakan tersebut, BI mewajibkan perbankan meningkatkan rasio penyaluran kreditnya ke sektor UMKM secara bertahap. Yakni, sebesar 20% pada tahun 2022, 25% pada 2023 dan 30% pada tahun 2024.
Biar semakin semarak, BI memberi pemanis agar bank gencar menyalurkan kredit ke pelaku UMKM. BI meningkatkan insentif bagi bank penyalur kredit ke sektor prioritas dan UMKM maupun pemenuhan target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Insentif ini mulai berlaku 1 September 2022.
Baca juga: Menteri Teten Bilang 97 Persen Penyedia Lapangan Kerja Adalah UMKM, Jangan Diremehkan!
BI melonggarkan atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum GWM Rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%. Melalui, insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%.
Melansir kontan.co.id, Direktur Utama Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menyambut baik pelonggaran aturan RPIM ini sebagai pendorong dan dapat mempercepat pencapaian rasio. Juga menjadi lebih menarik untuk menyalurkan dan mengembangan UMKM.
“Saat ini pertumbuhan kredit UMKM CIMB Niaga sekitar 7%. Kami harap bisa di akselerasi lebih lanjut ke sekitar 8% hingga 10%,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Bank BRI Aestika Oryza Gunarto menyambut positif kebijakan ini sebagai upaya untuk mengakselerasi penyaluran kredit kepada pelaku UMKM di Indonesia. Terlebih, survei Bank Indonesia mencatatkan 69,5% UMKM belum menerima kredit per September 2021.
“Penyaluran kredit kepada sektor prioritas mendominasi penyaluran kredit BRI secara umum, sementara itu untuk proporsi kredit UMKM BRI tercatat sebesar 84% dibandingkan dengan total penyaluran kredit BRI. Porsi ini akan terus didorong hingga mencapai 85% pada tahun 2025,” kata Aestika dikutip dari Kontan.co.id.
Strategi BRI untuk memberdayakan dan mengembangkan segmen UMKM ada dua. Pertama, menaikkelaskan nasabah eksisting dengan melakukan berbagai program edukasi dan pendampingan.
Kedua, dengan menyasar segmen yang lebih kecil, yakni ultra mikro sebagai pertumbuhan baru. Dengan go smaller, go shorter, go faster, BRI akan mampu menyasar segmen yang lebih kecil, dengan proses yang lebih cepat dan efisien dengan adanya digitalisasi.
Dengan strategi tersebut BRI dapat melayani masyarakat sebanyak mungkin dengan biaya yang semurah mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan digitalisasi layanan perbankan sehingga semua prosesnya akan menjadi lebih cepat dan efisien.
Baca juga: Wah, Bantuan Kartu Prakerja Rp289 Miliar Ternyata Salah Sasaran
“Di samping itu, BRI menilai saat ini yang lebih dibutuhkan oleh UMKM sebetulnya bukan advokasi tapi adalah edukasi. Adapun edukasi yang harus diberikan berupa semangat entrepreneurship karena tidak semua UMKM memiliki semangat tersebut. Kemudian UMKM perlu dibekali ilmu administrasi manajerial untuk mengatur keuangan, mengakses informasi, mengakses pasar, dan mengakses permodalan,” tambahnya.
Setelah itu, UMKM dibimbing menjalankan bisnis secara sustainable atau berkelanjutan, dengan mengedepankan prinsip good corporate governance (GCG). Maka nantinya jika sudah layak dan komersial, akses pembiayaan yang semakin meningkat pun akan terwujud.
Baca juga: Harta Karun Indonesia Masih Berlimpah, Siap Jadi Raja di Dunia
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada