JAKARTA, duniafintech.com – Resesi Ekonomi Global 2023, pemerintah sudah memberikan sinyal bahwa kondisi ekonomi dunia akan menghadapi ancaman ini.
Hal itu terlihat dari beberapa bank sentral di sejumlah negara meningkatkan suku bunga acuan.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai akibat kenaikan suku bunga acuan tersebut menciptakan kondisi stagflasi, dimana situasi pertumbuhan ekonomi melambat dan disertai dengan kenaikan harga (inflasi).
“Kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi berpotensi mempengaruhi kinerja ekonomi global 2023 yaitu potensi koreksi kebawah. Sehingga inflasi meningkat dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang melambat dapat menciptakan situasi stagflasi,” kata Sri Mulyani.
Ekonomi Amerika, Eropa dan Jepang Diprediksi Resesi di tahun 2023
Berdasarkan laporan Bank Dunia bahwa tekanan inflasi yang begitu tinggi, sejumlah negara maju seperti Amerika, Eropa dan Jepang akan masuk dalam kondisi resesi akibat inflasi yang terus meningkat. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami kontraksi sebesar 0,6 persen pada kuartal II 2022, setelah minus 1,6 persen di kuartal I tahun 2022.
Kendati demikian, The Fed membantah akan terjadi resesi karena pasar kerja Amerika Serikat masih tergolong kuat karena 315 ribu pekerja baru di bulan Agustus 2022.
“Pasar Tenaga kerja AS memberi fleksibilitas untuk menjaga agresif dalam perjuangan melawan inflasi,” kata The Fed.
Sedangkan di Eropa, terjadi perlambatan tajam dalam pertumbuhan bisnis. Terbukti terjadinya defisit perdagangan di bulan Mei, secara musiman sebesar 1 miliar Euro di Jerman. Sedangkan di Inggris, Bank Sentra Inggris menaikan suku bunga acuan sebesar 200 basis point selama 2022. Hal itulah yang membuktikan Eropa akan terancam resesi di tahun 2023.
OJK Buka Suara Soal Ancaman Resesi Ekonomi Global 2023
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memperkirakan resesi ekonomi global hampir dipastikan akan terjadi, bahkan sebelum tahun 2023 berjalan resesi juga bisa terjadi. Akan tetapi terjadinya resesi global ekonomi 2023 belum tentu berpengaruh besar terhadap ekonomi Indonesia.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh berada di kisaran 5 persen di tahun 2023. Dia mengaku optimis perkembangan ekonomi Indonesia masih terjaga dalam kondisi yang baik di tengah kondisi global yang berat.
Sebab, dia mengaku pihaknya dan lembaga jasa keuangan akan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan sesuai sasaran yang ditetapkan pemerintah.
“Optimisme itu saya rasa kita tempatkan di kondisi realistis. Selama menjaga stabilitas dengan baik dan kebijakan serta fasilitas yang dibutuhkan. Namun kita juga harus waspada dan pahami resiko transmisi dari ekonomi global yang semakin berat,” kata Mahendra.
Tantangan Indonesia Hadapi Masa Resesi Ekonomi Global 2023
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan Indonesia harus mengalahkan tiga tantangan untuk menghadapi bahaya resesi ekonomi global tahun 2023. Ketiga tantangan di bidang investasi yaitu soal kestabilan politik, konsistensi kebijakan dan daya beli masyarakat.
Untuk tahun politik, menurutnya Indonesia harus memastikan stabilitas politik dapat terjaga agar mendapatkan kepercayaan investor di Indonesia. Sebab dalam tahun politik tentunya akan ada peralihan pemimpin negara sehingga berpengaruh terhadap arah kebijakan negara.
Menurutnya dengan adanya peralihan pemimpin negara, biasanya arah kebijakan juga mengalami perubahan kebijakan sehingga membuat investor menjadi tidak percaya untuk berinvestasi di Indonesia. Inilah yang dimaksud dengan konsistensi kebijakan.
“Biasanya ganti pemimpin, ganti kebijakan. Orang jadi tidak percaya,” kata Bahlil.
Kemudian untuk daya beli masyarakat, Bahlil menilai saat ini daya beli masyarakat akan menurun karena banyak yang menahan uang. Sehingga mempengaruhi terhadap pertumbuhan ekonomi secara makro.
“Lubuk hati yang paling dalam, saya mengaku harus berhati-hati di tahun 2023. Ini yang menjadi persoalan besar bagi bangsa Indonesia,” kata Bahlil.
Baca juga: Perekonomian Jasa Keuangan Tetap Stabil di Tengah Resesi Global
Antisipasi Bank Indonesia Hadapi Resesi Ekonomi Global 2023
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Wahyu Agung Nugroho mengaku BI tidak menampik terhadap ramalan prospek ekonomi global 2022 ke 2023. Sebab berdasarkan perkiraan BI pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 sebesar 2,9 persen, namun untuk tahun 2023 hanya dikisaran 2,7 persen sampai 2,8 persen.
Baca juga: Potensi Resesi di Negara Maju Tahun 2023
Hal itu terlihat dari keputusan Bank Sentral AS mengumumkan kenaikan suku bunga utamanya sebesar 0,75 poin dan mengangkat kisaran target menjadi 3 persen dan 3,25 persen. Menurutnya kenaikan suku bunga tersebut merupakan level tertinggi sepanjang 15 tahun dalam upaya pemerintah AS dalam mengendalikan lonjakan harga di negaranya.
Untuk itu, Wahyu mengungkapkan dengan melihat kondisi global tersebut pihaknya memutuskan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen sebagai upaya mengendalikan inflasi. Kemudian, BI juga akan mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui empat instrumen. Salah satunya kebijakan makroprudensial dengan melonggarkan pertumbuhan kredit perbankan. Lalu, BI akan mengupayakan kegiatan digitalisasi dalam sistem pembayaran untuk tetap akomodatif.
“Dua kebijakan lainnya pendalaman pasar uang dan pengembangan ekonomi inklusif tetap mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Wahyu.
Baca juga: Ditengah Resesi Global Ekonomi, Bank Sentral Tak Dapat Menolak Bitcoin
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com