duniafintech.com – Financial technology (Fintech) menjadi salah satu industri digital yang mendapat banyak kucuran dana investasi pada tahun 2018 lalu. Asosiasi Fintech (Aftech) mencatat, investasi di sektor Fintech ini telah tumbuh sebesar 93% secara tahunan.
Menurut Ketua Umum Aftech, Niki Santo Luhur, pertumbuhan industri Fintech di Indonesia tergolong cepat di kawasan Asia Tenggara. Maka dari itu, ia pun tak heran jika banyak investor yang berminat masuk ke sektor Fintech di Indonesia.
Niki pun mengatakan:
“Berdasarkan Aftech Annual Member Survey Report, mayoritas investasi yang masuk di industri ini lebih dari US$ 10 miliar atau tergolong pendanaan seri A. Hal ini [disebabkan] karena adopsi layanan Fintech pembayaran dan pinjaman [yang] cukup cepat di Indonesia.”
Misalnya, transaksi di industri Fintech pembayaran yang telah tumbuh sebesar 70% selama bulan Maret hingga Desember 2018. Nilai transaksinya mencapai Rp 47 triliun sepanjang tahun. Volume transaksi Fintech pembayaran juga tumbuh sebesar 48% atau mencapai 2,9 juta kali pada tahun 2018.
Pembiayaan yang disalurkan Fintech pinjaman juga tumbuh sebesar 567% sepanjang bulan Februari hingga Desember 2018. Total pinjaman yang disalurkan pun mencapai Rp 22,6 triliun, yang sudah diberikan kepada 4,35 juta peminjam sejak Desember 2016 hingga Desember 2018 (2 tahun).
Dari sisi konsumen, mayoritas pengguna layanan Fintech baik pembayaran maupun pinjaman, memiliki rentang berpenghasilan sebesar Rp 5 juta – 15 juta per bulan. Mayoritas pengguna layanan Fintech ini berdomisili di wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, DI Yogyakarta, dan Bali.
Kendati pertumbuhannya signifikan, namun perusahaan Fintech di Indonesia masih harus menghadapi beberapa tantangan untuk menjangkau lebih banyak konsumen di Indonesia.
Tantangan pertama ialah data pribadi pengguna. Pemerintah pun merilis beberapa kebijakan guna memberikan perlindungan privasi kepada konsumen.
Pada September 2018 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun merilis Permenkominfo Nomor 11 Tahun 2018 mengenai Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik. Kebijakan ini mengatur tentang penyedia tanda tangan digital di Indonesia.
Menurut Niki, pemanfaatan tanda tangan digital bisa dimanfaatkan Fintech untuk menjangkau konsumen di pelosok Indonesia. Sebab, tanda tangan digital ini semestinya akan terintegrasi dengan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Namun perlu diketahui, implementasi tanda tangan digital itu sendiri untuk operasional Fintech hingga saat ini masih dikaji. Niki pun mengataka:
“kami harus hati-hati dan pastikan akses itu dibuka dengan cara yang aman dan pastinya atas permintaan atau izin langsung dari pengguna.”
Tantangan kedua ialah edukasi masyarakat mengenai Fintech. Misalnya, memberi pemahaman mengenai besaran bunga supaya pengguna bisa menghitung terlebih dahulu untuk mengembalikan pinjaman.
CEO sekaligus pendiri Amartha Andi Taufan Garuda Putra pun berpendapat mengenai tantangan kedua ini dengan mengatakan:
“membangun reputasi perusahaan dan digital literasi menjadi tantangan tersendiri [untuk perusahan Fintech].”
picture: pixabay.com
-Syofri Ardiyanto-