DuniaFintech.com – Workday, sebuah perusahaan global penyedia teknologi manajemen keuangan dan sumber daya manusia, mengumumkan hasil studi independennya yang mengeksplorasi dampak pandemi Covid-19 terhadap proses transformasi digital perusahaan di Indonesia.
Studi ini menemukan bahwa 50% perusahaan Indonesia menjadikan transformasi digital prioritas utama selama masa pandemi, sedangkan 31% perusahaan justru memperlambat untuk merubah menjadi digital. Selain itu, pandemi juga membuat 41 persen perusahaan kesulitan mengelola cara-cara baru dalam merunut rantai perizinan (approval) dan kegiatan operasional lainnya.
Studi juga menunjukkan kurangnya kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sarana digital menjadi salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam mewujudkan transformasi digital selama pandemi. Sekitar 61 persen perusahaan di Indonesia tidak memiliki budaya kerja yang memberi penekanan pada ketangkasan dalam beradaptasi.
Sementara itu, 63 persen perusahaan menilai kurang dari setengah karyawan mereka memiliki kemampuan yang mumpuni dalam memanfaatkan sarana digital. Kemudian, hingga 6 persen perusahaan bahkan menilai karyawannya tidak ada yang memiliki kemampuan digital sama sekali.
Baca Juga:
- OMRON Meluncurkan Robot Disinfeksi UVC di Indonesia
- Deretan Teknologi Ini Buat Anda Semakin Nyaman Dirumah Saat WFH
- Laporan: UMKM Go Digital Meningkat Selama Pandemi
Dalam keterangan tertulisnya, Presiden Workday Asia, Rob Wells mengatakan “tahun ini, banyak perusahaan yang harus memperbarui sistem bisnis mereka secara signifikan dalam waktu yang singkat. Studi kami membuktikan bahwa proses bisnis yang masih luring adalah salah satu rintangan terbesar.”
Laporan tahunan Accenture edisi ke-20 memprediksi bahwa tren teknologi utama yang akan menata ulang bisnis-bisnis selama tiga tahun ke depan. Accenture Technology Vision 2020 mengidentifikasi lima tren utama yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan-perusahaan untuk mewujudkan nilai bisnis baru.
Lima tren utama itu adalah, pertama, pentingnya personalisasi pengalaman. Kedua, Al dan Saya. Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/Al) harus memberikan kontribusi pada cara manusia melakukan pekerjaan mereka, bukan hanya menjadi pendukung otomatisasi. Ketiga, dilema kecerdasan. Asumsi-asumsi tentang siapa yang merupakan pemilik dari suatu produk sedang ditantang di dunia yang memasuki situasi “stagnan dalam tahap beta”.
Keempat, robot di alam terbuka. Robotika tidak lagi terkurung di dalam gudang atau pabrik. Dengan 5G yang siap untuk secara signifikan mempercepat pertumbuhan tren, setiap perusahaan harus memikirkan kembali masa depannya melalui lensa robotika. Dan kelima, DNA inovasi. Perusahaan-perusahaan memiliki akses ke sejumlah besar teknologi disruptif yang belum pernah ada sebelumnya, seperti buku besar terdistribusi (distributed ledger), Al, extended reality, dan komputasi kuantum.
(DuniaFintech/VidiaHapsari)