Site icon Dunia Fintech

Soal Pinjaman Macet, AFPI Ingatkan Milenial Jangan Sampai Merusak Masa Depan

terkait pinjaman macet

JAKARTA, duniafintech.com – Terkait pinjaman macet, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengimbau masyarakat, terutama kalangan milenial, untuk selalu bertanggungjawab terhadap pinjamannya di platform fintech lending.

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengatakan, jangan sampai generasi milenial tersebut mengabaikan tagihannya sehingga menjadikan skor kreditnya menjadi rendah. 

Pasalnya, kasus enggan bayar atau pinjaman macet tersebut banyak ditemukan di lapangan. Motifnya beragam, yang paling kerap adalah dengan membuang nomor yang digunakan untuk registrasi pinjaman online (pinjol) untuk menghindari penagihan.

“Mungkin ini banyak, terutama di kalangan milenial. Apa mereka berpikir, sudahlah hilangkan nomor handphone dan lain,” ujarnya.

Padahal, ketika melakukan registrasi untuk mengakses pinjaman, yang direkam oleh penyelenggara bukan hanya nomor telepon, tapi juga nomor induk kependudukan (NIK), sehingga alamat dan identitas diri telah tercatat.

Sehingga, ketika kredit macet terjadi, data tersebut langsung masuk ke fintech data center. Dengan kata lain, akses pinjaman untuk orang tersebut akan dihentikan selama dia tidak menyelesaikan pinjamannya.

“Ketika masuk mengajukan pinjaman yang kita gunakan itu kan NIK nomor induk kependudukan kita. Nah, nomor induk kependudukan kita itu, kalau kita macet (pembayarannya) tercatat di fintech data center,” ujarnya.

Berpikir Sebelum Bertindak

Kuseryansyah menjelaskan, melalui fintech data center tersebut akan tercatat rekam jejak seseorang dalam melakukan pinjaman, termasuk kredit skoring dari masing-masing individu.

Artinya, jika kredit skoringnya dan rekam jejaknya buruk maka tidak akan ada lagi lembaga keuangan yang mau memberikannya pinjaman. Untuk itu, Kuseryansyah mengimbau agar generasi milenial berpikir dua kali sebelum bertindak.

“Jadi kalau seseorang itu macet, alamatlah kalau dia melakukan peminjaman lagi kemudian hari pasti ditolak,” urainya.

Dia pun menyayangkan jika praktik tersebut dilakukan oleh generasi milenial. Sebab, secara usia perjalanan hidup kaum muda ini masih panjang, dan masih terbuka banyak kesempatan ke depan.

Namun, masa depan mereka terancam hancur hanya karena tidak dapat menyelesaikan tanggung jawab pinjamannya di masa lalu. 

“Misalnya suatu saat kita punya ide untuk buka usaha, terus kita perlu pinjaman, tapi enggak ada yang mau minjamin, kan sayang. Karena track record kita di masa lalu,” tegasnya.

Milenial Harus Tingkatkan Kredit Skorsing Sejak Dini

Untuk itu, dia mengimbau agar generasi milenial untuk meningkatkan kredit skoringnya sejak dini agar mudah mengakses pendanaan di berbagai sektor keuangan. Dengan demikian, masa depannya pun akan lebih santai dan tidak dihantui utang.

“Kita harapkan generasi milenial, anak muda itu, juga dari awal itu harus membangun skoring dirinya, supaya mudah kemana-mana. Termasuk juga jangan sampai nanti kita namanya mau nikah juga dicek dulu skoringnya, ya begitulah kira-kira,” tuturnya.

Namun demikian, dia pun berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat agar dapat memenuhi setiap kewajibannya sebagai peminjam. Sebab, banyak juga masyarakat yang belum memahami perihal kredit skoring dan fintech data center tersebut. 

“Masalahnya kan gini kalau yang niatnya (enggak mau bayar) sudahlah itu memang kriminal, tapi masalahnya kalau orang yang enggak tahu ini yang kita harus edukasi. Ia enggak tahu kalau perilaku bayar dia itu mempengaruhi kredibilitas atau scoring dirinya, kan sayang,” kata dia.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version