Site icon Dunia Fintech

SPPA Catat Rekor Baru! Transaksi Surat Utang Melonjak 179,2%

SPPA Catat Rekor Baru! Transaksi Surat Utang Melonjak Hampir 179,2%

SPPA Catat Rekor Baru! Transaksi Surat Utang Melonjak Hampir 179,2%

JAKARTA – Data dari laporan Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa hingga Juli 2024, total nilai transaksi surat utang yang diperdagangkan melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) telah mencapai Rp124,4 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 179,2% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Juli 2023.

Sebagian besar nilai transaksi tersebut, sekitar 76,7%, berasal dari transaksi bilateral melalui mekanisme Request for Order (RFO), sementara sisanya sebesar 23,3% berasal dari mekanisme Order Book dan Request For Quotation (RFQ). Pada Juli 2024, nilai transaksi bulanan di SPPA mencapai rekor tertinggi (all time high) sebesar Rp34,4 triliun.

“Rekor sebelumnya terjadi pada November 2023 dengan nilai transaksi Rp30,63 triliun per bulan,” demikian keterangan dari BEI.

Sampai dengan Juli 2024, market share SPPA telah mencapai 13,7% dari total nilai transaksi Surat Utang Interdealer Domestik oleh Pengguna Jasa SPPA, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada Juli 2023.

Jumlah pengguna jasa SPPA juga bertambah, dengan empat pengguna jasa baru yang bergabung, sehingga totalnya menjadi 37 pengguna jasa yang terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, dan pialang pasar uang.

Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan nilai tambah yang ditawarkan oleh SPPA dalam transaksi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).

Faktor Kenaikan Transaksi Surat Utang

Direktur BEI Jeffrey Hendrik menyatakan bahwa peningkatan nilai transaksi dan jumlah pengguna jasa SPPA dipicu oleh beberapa perbaikan yang dilakukan pada SPPA.

Perbaikan tersebut mencakup peningkatan batasan nilai minimum trading limit, peningkatan laporan aktivitas perdagangan yang dapat terintegrasi dengan sistem dealer pengguna jasa SPPA dan Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE), manajemen risiko terkait harga perdagangan, koreksi, serta pembatalan transaksi yang langsung dilakukan melalui SPPA.

“SPPA dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia, sehingga setiap perbaikan yang dilakukan berfokus pada kemudahan dan kenyamanan pengguna jasa SPPA. Kami berharap SPPA dapat berkontribusi lebih baik dalam meningkatkan likuiditas dan efisiensi perdagangan EBUS di Indonesia,” ujarnya.

Jeffrey menambahkan bahwa kinerja perdagangan SPPA yang terus meningkat adalah hasil dari kolaborasi antara BEI sebagai penyelenggara dengan para pelaku pasar EBUS, Dealer Utama, dan asosiasi terkait seperti Perhimpunan Pedagang Surat Utang (HIMDASUN), serta regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, untuk terus memudahkan transaksi surat utang.

“Saat ini BEI juga sedang mempersiapkan SPPA untuk memberikan layanan transaksi repurchase agreement (Repo) dengan menggunakan underlying surat utang,” tambahnya.

Harapan Akhir Tahun 2024

Perluasan layanan ini diharapkan dapat menjangkau segmen Pengguna Jasa SPPA, sehingga para pelaku pasar dapat memanfaatkan transaksi pasar uang di SPPA. Fitur ini akan melengkapi transaksi Surat Utang yang sudah berjalan saat ini.

Ditargetkan bahwa pada akhir 2024, sekitar 40 Pengguna Jasa SPPA dapat memanfaatkan layanan transaksi Repo Surat Utang.

“Dengan koordinasi dan komunikasi yang terus berjalan, kami yakin SPPA akan memainkan peran yang lebih strategis sebagai bagian dari infrastruktur pasar keuangan,” tutupnya.

Exit mobile version