JAKARTA, duniafintech.com – Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mochammad Rudy Salahuddin mengatakan, salah satu upaya Pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan adil dalam ekosistem fintech adalah dengan menetapkan standar bunga pinjaman online.
Pasalnya, masih banyak keluhan dari masyarakat yang berpenghasilan rendah yang akhirnya terjebak pada bunga pinjaman online yang kelewat tinggi. Bahkan, jika merujuk pada pinjol ilegal bunga yang ditetapkan pun di atas normal.
“Pemerintah berupaya menciptakan ekosistem yang sehat dan adil mengingat masih banyaknya keluhan dari masyarakat berpenghasilan rendah yang terjerat bunga tinggi pinjaman online,” katanya dalam webinar, Kamis (2/11).
Mengedepankan Bunga Pinjaman yang Transparan
Rudy pun menjelaskan, regulasi perihal standar bunga pinjaman online ini ke depan harus dibuat setransparan mungkin sehingga semua pihak, khususnya masyarakat, dapat mengawasi atau menimbang sistem kerja platform pinjaman tersebut.
“Kita perlu meningkatkan transparansi suku bunga dengan adanya standarisasi penetapan suku bunga pinjaman melalui penguatan regulasi,” ujarnya.
Akan tetapi, dia mengatakan regulasi tersebut juga harus diikuti dengan peningkatan literasi keuangan masyarakat. Sebab, hanya dengan peningkatan pengetahuan masyarakat dapat menghindari jebakan pinjol ilegal.
Dia pun mengungkapkan bahwa pemerintah akan terus menjalankan berbagai program dan sosialisasi untuk terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat, agar ekosistem digital nasional dapat tumbuh lebih baik.
Digadang-gadang Menjadi Kekuatan Ekonomi Terbesar di ASEAN
Apalagi, Indonesia pada 2021 digadang sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$70 miliar pada 2021, atau tumbuh 49% dari 2020.
“Hal itu menunjukan peluang ekonomi digital terbuka lebar didukung penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia yang sebagian besar berada dalam usia produktif dengan tingkat penetrasi internet 76,8%,” ucapnya.
Lebih lagi, gelombang teknologi baru yang dibawa oleh jaringan 5G, IoT, Blockchain, AI, dan cloud computing ikut menjadi enabler ekosistem digital. Semua kemajuan ini, sambungnya, harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Diharapkan upaya pengembangan ekonomi digital mampu membawa banyak terobosan dan inovasi yang menjangkau semua sektor perekonomian dan seluruh lapisan masyarakat,” tuturnya.
Indonesia Ladang Investasi Digital Terbesar
Tak hanya itu, pandemi Covid-19 telah menyebabkan pergeseran pada perilaku masyarakat yang diikuti oleh perubahan model bisnis yang semakin mempercepat proses transformasi digital serta adopsi sistem keuangan digital.
Kehadiran sektor jasa keuangan digital melalui berbagai layanan platform fintech turut menumbuhkan aspek ekonomi digital secara signifikan. Diharapkan pada 2025 nilai ekonomi digital mencapai US$146 miliar.
Adapun, investasi pada industri internet mengalami terus penambahan dari tahun ke tahun. Pada 2020 investasi platform digital Indonesia mencapai 38,7% dari total investasi di Asia Tenggara. Nilai itu merupakan yang terbesar di kawasan, dengan e-commerce dan fintech sebagai sektor paling diminati investor.
Berdasarkan FinTech in ASEAN 2021 oleh UOB, PwC Singapore, dan Singapore FinTech Association (SFA) diketahui keseluruhan investasi fintech Indonesia terbagi ke tujuh sektor, yaitu payment 36%, investment tech 24%, finance and accounting tech 17%, alternative lending 10%, cryptocurrency 8%, insurtech 5%, dan banking tech 1%.
Adapun nilai investasi fintech di Indonesia 2021 sudah mencapai sekitar US$904 juta atau setara 2% total investasi fintech di antara Asean Six; Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia.
“Berbagai investasi itu diharapkan dapat memperkuat basis pendanaan platform fintech dan mendorong pemanfaatannya bagi masyarakat,” ujarnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra