Site icon Dunia Fintech

Mengenal Stock Split, Aksi Korporasi untuk Memecah Saham

stock split adalah

Stock split adalah sebuah aksi korporasi yang dilakukan perusahaan (emiten) di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memecah sahamnya ke nominal yang lebih kecil. Untuk diketahui, fenomena ini sendiri wajar terjadi dalam perdagangan saham.

Di antara emiten yang melakukannya pada tahun 2020, yakni PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Untuk mengetahui alasan suatu emiten melakukan hal tersebut dan manfaatnya bagi investor, simak penjelasannya berikut ini.

Mengenai Stock Split

Tindakan memecah harga saham ini aksi korporasi dari emiten dengan tujuannya untuk memecah harga saham agar harga saham emiten memiliki nilai nominal yang rendah, sementara jumlah lembar saham yang beredar pun meningkat.

Sebagai permisalan, Anda memiliki uang Rp 100 ribu, lalu Anda perlu uang receh sehingga dilakukanlah pemecahan uang 1:10 dengan menukarnya ke toko kelontong dekat rumah. Jadi, sekarang Anda punya 10 lembar uang Rp10 ribu. Hal yang sama juga berlaku dalam investasi saham.

Saat emiten mengumumkan aksi korporasi memecah harga saham 1:5 dan harga sahamnya kala itu sebesar Rp7 ribu per lembar, setelah pemecahan harga saham ini berlangsung maka harga saham mereka menjadi Rp1.400.  Adapun investor yang pada mulanya punya 100 lembar saham itu, kini mereka memiliki 500 lembar. 

Tujuan dan Manfaat Perusahaan Melakukan Stock Split

Pada dasarnya, aksi korporasi ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan fundamental yang baik dengan harga saham yang tinggi. Beberapa tujuan dari pemecahan harga saham ini adalah sebagai berikut:

  1. Saham dapat menjadi lebih likuid

Langkah memecah harga sahamnya menjadi lebih kecil ini dilakukan dengan tujuan agar saham-saham perusahaan bakal menjadi lebih likuid dan sering diperdagangkan oleh investor di bursa. 

Hal itu memang wajar saja dilakukan sebab saham dengan harga mahal tentu tidak likuid.  Dalam hal ini, kian banyak saham yang beredar di pasar, tingkat likuiditasnya juga semakin tinggi. Tentu saja, likuiditas ini tentu sangat bermanfaat bagi trader saham. 

  1. Investor kecil bisa masuk

Adapun investor ritel yang membuka akun saham di sekuritas tentu saja mengantongi modal yang terbatas. Maka dari itu, apabila harga saham terlalu mahal, tentu saja hal ini cukup memberatkan mereka.

  1. Risiko investor jadi lebih kecil 

Melalui langkah memecah harga saham, risiko investor secara otomatis juga akan mengecil. Contoh kasus di atas menunjukkan hal itu, di mana saham seharga Rp7 ribu per lembar mengalami aksi korporasi memecah harga saham 1:5 hingga jadi Rp1.400 per lembar.

Saat investor atau trader mesti melakukan cut loss untuk mengambil sebagian modalnya, kerugian yang mereka alami juga dapat lebih kecil sebab harga saham per lembarnya pun murah. 

Tidak Semua Aksi Memecah Harga Saham Pasti Sukses

Untuk dipahami, tujuan dari aksi ini sejatinya dalam rangka untuk menaikkan bobot saham dari emiten dalam bursa. Saat harganya kian murah, perusahaan pun pasti berharap bahwa banyak investor kecil yang masuk sehingga bobot saham mereka bertambah di indeks.

Akan tetapi, harga yang murah belum tentu menarik investor juga. Misalnya ambil contoh kasus saham PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) yang memecah harga saham pada Mei 2019, di mana harga saham mereka malah jatuh lantaran terdapat sentimen negatif di industri batu bara. 

Karena itu, dalam kasus ini jelas sekali terlihat bahwa ekspektasi berbanding terbalik dengan realita yang ada. Pasalnya, sudah mengusung niat memecah saham agar investor masuk, ternyata yang terjadi malah menderita kerugian.

Namun, intinya adalah aksi korporasi yang satu ini tidak memperkuat emiten dari segi fundamental sebab tidak ada yang berubah dari struktur permodalan. Adapun kebalikan dari aksi ini adalah stock reverse.

Tentang Stock Reverse

Stock reverse adalah “pemampatan saham.” Dalam arti sederhana, saham sebuah perusahaan yang tersebar akan berubah menjadi makin sedikit dan nilainya malah akan kian mahal. 

Ambil contoh, Anda menukarkan 10 lembar uang Rp10 ribu dengan selembar Rp100 ribu. Jumlah uang kertas yang ada di dompet Anda tentu kian sedikit karena hal itu. Dengan melakukan aksi ini, jumlah saham perusahaan yang bersangkutan di BEI pun kian berkurang.

Tujuan Stock Reverse

  1. Memulihkan citra di depan investor

Untuk diketahui, harga saham itu dapat jatuh ke level yang tidak diinginkan. Apabila realitanya demikian, investor boleh jadi semakin tidak tertarik dengan saham ini. Besar kemungkinan, kalau harganya terlampau murah, investor akan berpikir bahwa saham ini merupakan saham gorengan.

  1. Sebagai aksi penyelamatan

Di samping untuk menarik investor, stock reverse ini pun berguna untuk menyelamatkan emiten agar tetap dapat listing di bursa efek. Saat harga saham jatuh ke level yang terlalu rendah, saham itu sangat rentan dengan tekanan pasar. Terlebih lagi, bursa memiliki batas minimum persyaratan pencatatan.  Kalau nominal saham di emiten itu berkurang, potensi delisting pun cukup besar. 

  1. Mengurangi jumlah pemegang saham

Untuk dipahami, tujuan lain emiten melakukan hal ini, yakni dalam rangka mengurangi jumlah pemegang saham. Kian sedikit pemegang saham, pada umumnya likuiditas berkurang, tetapi arah jalannya perusahaan dapat lebih mudah ditentukan sebab pemegang saham pun bisa mempengaruhi setiap kebijakan perusahaan.

Langkah pengurangan jumlah pemegang saham ini pun menunjukkan bahwa perusahaan tersebut malah berniat untuk go private daripada memilih go public.

  1. Mengincar investor besar

Kalau langkah memecah harga saham tadi bertujuan untuk membidik investor kecil, sebaliknya dengan stock reverse. Pasalnya, dalam aksi stock reverse, yang dibidik adalah investor berdana besar sekelas institusi atau perusahaan, bukan hanya perorangan. 

Demikianlah pemahaman umum mengenai stock split yang mesti diketahui oleh para investor saham. Pada intinya, kedua aksi korporasi di atas merupakan perubahan harga, bukan perubahan fundamental perusahaan terkait.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version