JAKARTA, duniafintech.com – Asosiasi Petani Kelapa Sawit yang tergabung dalam Aspekpir Indonesia mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Isi surat tersebut meminta pemerintah segera mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) serta produk turunannya yang sudah berlaku sejak 28 April 2022.
“Hari Raya Idul Fitri kemarin tidak ada gejolak dan kelangkaan minyak goreng padahal kebutuhan meningkat tajam, artinya kebijakan pelarangan ekspor mampu mempengaruhi pasokan di dalam negeri. Karena tujuan sudah tercapai, maka saatnya pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya,” kata Ketua Umum Aspekpir Indonesia Setiyono dikutip dari CNBC, Minggu (15/5).
Baca juga: Cuma “Gertak Sambal”, Diprediksi Sebelum 28 April Larangan Ekspor CPO Akan Dibatalkan
Setiyono menjelaskan kebijakan itu sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit. Sehingga para petani meminta pemerintah Jokowi untuk segera mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) serta produk turunannya.
“Kebijakan ini ibaratnya siapa yang berulah tetapi siapa yang harus menanggung. Petani sama sekali tidak tahu kenapa minyak goreng pernah langka, waktu itu petani juga sama dengan masyarakat Indonesia lainnya mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng. Kami tidak tahu siapa yang makan nangka tetapi sekarang tangan kami penuh getahnya,” tuturnya.
Akibat larangan ekspor, kata Setiyono, saat ini tangki timbun pabrik kelapa sawit (PKS) tempatnya punya kontrak penjualan sudah dan hampir penuh. Mereka tidak bisa menjual CPO-nya pada industri olahan atau eksportir karena 70% pasarnya merupakan pasar ekspor.
“PKS tempat kami menjual TBS (tandan buah segar) juga punya kebun sendiri sehingga dalam situasi seperti ini mereka memprioritaskan TBS dari kebun sendiri,” jelasnya.
Baca juga: Jokowi Akui Kebijakan Turunkan Harga Minyak Goreng Belum Efektif
Dikarenakan tangki sudah penuh, beberapa PKS disebut berhenti beroperasi dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya terus bertambah. PKS yang masih beroperasi juga tidak menerima TBS petani mitranya yang sudah punya kontrak karena kondisi ini.
“Saat ini harga sarana produksi juga naik tinggi, sedang TBS tidak terjual sehingga petani sudah jatuh tertimpa tangga, temboknya rubuh menindih kami. Kelapa sawit secara teknis agronomis buah matang harus segera dipanen, kalau dibiarkan tidak dipanen maka tanaman akan rusak dan perlu waktu untuk memulihkannya,” jelasnya.
“TBS harus segera masuk pabrik, kalau tidak akan busuk dan CPO yang dihasilkan bermutu rendah. CPO yang terlalu lama disimpan di tangki timbun juga akan rusak sehingga tidak bisa memenuhi syarat untuk pangan,” tambahnya.
Dunia saat ini kekurangan minyak nabati dan Indonesia sebagai pemilik kebun kelapa sawit terbesar dinilai punya tanggung jawab memenuhi permintaan itu sebagai bagian dari masyarakat Internasional yang beradab.
Baca juga: Wow! Ada yang “Bela” Tersangka Mafia dan Ancam Boikot Program Minyak Goreng Curah Nih