Site icon Dunia Fintech

Tahun Ini Diprediksi Makin Banyak Bank Dicaplok Fintech

Fintech Syariah Alami Berhasil Salurkan Pembiayaan

JAKARTA, duniafintech.com – Pada tahun 2022 ini diprediksi akan semakin banyak perusahaan teknologi finansial atau fintech yang kian masif mengakuisisi atau berinvestasi di perbankan.

Langkah itu didorong berbagai keuntungan seperti integrasi layanan hingga efisiensi biaya. Tren akuisisi fintech terhadap bank sudah berlangsung sejak 2020 dan tahun ini bakal kian meluas.

“Ini karena permintaan dari fintech yang ingin akuisisi bank tinggi,” ucap Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro, seperti dikutip dari Katadata, Sabtu (5/3/2022).

Adapun sejumlah akuisisi fintech terhadap bank, antara lain, PT Dompet Karya Anak Bangsa, pengelola fintech pembayaran GoPay, misalnya menguasai 22,16% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) pada 2020.

Kemudian, pada 2020 lalu, fintech lending Akulaku (PT Akulaku Silvrr Indonesia) pun mengakuisisi 24,9% saham Bank Neo Commerce. Lalu, ada PT Finaccel Teknologi Indonesia atau Kredivo yang juga resmi menjadi pengendali PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) pada tahun lalu.

Terbaru, menurut laporan Tech in Asia, induk perusahaan fintech lending Modalku, Funding Societies, terlibat dalam pembelian saham di Bank Index. Dikatakan Eddi lagi, terdapat sejumlah alasan fintech untuk mengakuisisi bank. Kesatu adalah untuk memperoleh izin layanan yang tidak didapatkan sebelumnya.

“Dengan dia punya izin bank akan bantu bisnisnya,” sebutnya.

Di samping itu, fintech pun mengakuisisi bank untuk mengurangi biaya penyaluran dana. Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, tren fintech ke depannya memang lebih mengarah pada integrasi vertikal, yaitu akuisisi atau merger dengan bank.

Adapun fintech banyak melakukan aksi korporasi ini dengan alasan mengembangkan ekosistem keuangan secara lebih luas. Hal itu lantaran fintech memiliki keunggulan dari sisi penilaian kredit atau credit scoring, tetapi lemah dari sisi data calon debitur.

Sementara itu, bank mempunyai akses terhadap data ini lewat Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di samping itu, pendapatan dari komisi atau fee based income yang diterima bank atas transaksi isi ulang (top up) cukup besar.

“Bayangkan, setiap isi GoPay dikenakan Rp 1.000. Kalikan saja dengan volume transaksi nasabah. Ini lebih baik fintech yang menguasai,” tuturnya.

Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inka Yusgiantoro, sebelumnya juga menyatakan bahwa keuntungan perusahaan teknologi seperti fintech punya bisnis bank, yakni mereka bisa meningkatkan skala bisnisnya, khususnya sistem pembayaran.

Di samping itu, sambungnya, “Mungkin dalam rangka mewujudkan ekosistem digitalnya.” 

Adapun dari sisi bank, masuknya raksasa teknologi, termasuk fintech, bisa mempercepat proses digitalisasi di internal bank. Di samping itu, bank memperoleh keuntungan lantaran modalnya diperkuat dengan investor baru.

 

 

Penulis: Kontributr/Boy Riza Utama

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version