Site icon Dunia Fintech

Ternyata Ini Alasan OJK Larang Bank Jual Kripto

ojk digeruduk Asuransi Unit Link

JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya sempat bikin heboh karena melarang sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, untuk memfasilitasi perdagangan aset kripto.

Namun, kini OJK akhirnya angkat bicara soal alasan di balik pelarangan bank jual kripto itu. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, perbankan di tanah air adalah bank komersial dengan dana jangka pendek.

Lantas, imbuh Wimboh, produk perbankan di Indonesia sudah diatur oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

“Ini jelas, di situ ada Pasal 6 mana yang boleh dilakukan oleh perbankan. Sekarang ini, perbankan Indonesia jelas tidak boleh melakukan dagang saham dan juga tidak boleh dagang komoditi. Itu tidak boleh,” ucapnya, dikutip dari tayangan Youtube CNBC Indonesia, Selasa (8/3/2022).

Ia pun berpandangan, hal ini telah jelas sebab kripto yang berupa aset, tidak boleh diperdagangkan oleh bank.

“Ini sudah clear. Kripto ini adalah berupa aset, dimana perbankan tidak boleh jual beli aset, kecuali itu terkait dengan tugasnya,” sebutnya.

Demikian halnya, kata dia lagi, sebagai nilai tukar. Disampaikannya, menurut Bank Indonesia (BI), nilai tukar di Indonesia hanya rupiah.

“Apabila kripto ini adalah komoditi, pemahamannya, ya pasti tidak boleh. Kalau kripto ini dianggap currency, jelas Bank Indonesia mengatakan currency di Indonesia adalah rupiah,” tutupnya.

Ketidakselarasan antar-instansi pemerintah

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuai kritik atas pernyataannya melarang pihak perbankan memfasilitasi transaksi kripto. Padahal, mata uang digital ini diakui sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan dengan pengawasan di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Dalam hal ini, OJK diketahui meminta industri perbankan supaya penggunaan rekening bank tidak dijadikan sebagai penampung dana dari kegiatan melanggar hukum, termasuk kripto. Hal ini sebagai buntut dari maraknya penipuan investasi dan kejahatan bermodus skema ponzi.

Menyikapi pernyataan OJK itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, memandang bahwa ada ketidakselarasan antar-instansi pemerintah. Pasalnya, kripto sudah dirancang sebagai komoditas oleh Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Di samping itu, Bappebti pun sudah mendesain aturan soal perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Dengan begitu, sepanjang transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto akan seperti komoditas ataupun produk derivatif lainnya.

“Di satu sisi, Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain, ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ucap Nailul pada awal Februari lalu, dikutip dari Detik.com.

Kendati demikian, ia mengaku memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar seperti uang fiat sebab namanya adalah cryptocurrency. Padahal, alat tukar resmi adalah rupiah, sebagaimana diatur oleh perundang-undangan.

“Tapi kan sejak awal, ketika Bappebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi, bukan alat transaksi,” tuturnya.

Dengan dasar itu pula ia menilai terdapat kejanggalan atas imbauan dari OJK supaya perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa’ iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” jelasnya.

Di lain sisi, dirinya setuju bahwa otoritas dan Satgas Waspada Investasi (SWI) berhak melarang perdagangan yang bersifat ilegal, termasuk yang dilakukan oleh pedagang kripto tidak terdaftar.

“Selama ini, Bappebti sudah merilis mana saja pedagang kripto dan koin kripto yang terdaftar dan berizin resmi di Bappebti. Seharusnya, itu sudah cukup jadi acuan untuk melakukan pengawasan dan mengendalikan keterlibatan bank,” sebutnya.

Ia menambahkan, OJK pun berhak dan berwenang mengatur dan melarang perbankan dalam ekosistem aset kripto, yakni dalam hal penempatan dana bank ke dalam bentuk aset kripto. Pasalnya, dana di bank merupakan uang masyarakat.

“Mereka tidak boleh main-main menempatkan dana nasabahnya, terutama di aset yang punya fluktuasi tinggi,” tutupnya.

 

 

Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version