JAKARTA, 30 Oktober 2024 – Microsoft mengungkapkan adanya taktik licik yang dilancarkan Google untuk membunuhnya dari persaingan pasar di Eropa.
Hal ini terungkap melalui sebuah unggahan di blog resmi perusahaan.
Menurut Microsoft, Google diduga telah melakukan ‘kampanye bayangan’.
Tujuannya, untuk mendiskreditkan raksasa software di hadapan regulator Eropa.
Taktik yang digunakan yakni dengan merekrut sejumlah perusahaan cloud setempat.
Menurut pengacara Microsoft Rima Alaily, kelompok bernama Open Cloud Coalition telah diluncurkan.
Menurutnya, Google berada di belakang organisasi baru tersebut.
“Kelompok itu didesain mendiskreditkan Microsoft di hadapan otoritas persaingan dan pembuat kebijakan serta menyesatkan publik,” jelasnya.
Google Berikan Sokongan Dana
Taktik tersebut terungkap, setelah satu perusahaan akhirnya memutuskan tak ikut dalam kelompok tersebut.
Microsoft diberitahu oleh perusahaan itu, jika Google memberikan sokongan dana pada Open Cloud Coalition.
Bukan hanya dana, namun juga mengkritik praktik Microsoft di Eropa. Alaily juga menautkan selebaran informasi terkait Open Cloud Coalition.
Dokumen itu menyatakan koalisi dibentuk sebagai bentuk advokasi industri pada layanan yang adil, kompetitif dan terbuka di Inggris dan Uni Eropa.
Sementara itu, juru bicara Google Cloud mengatakan pihaknya telah menyuarakan kekhwatiran soal lisensi cloud milik Microsoft. Mereka juga menyebut Microsoft melakukan praktik anti persaingan.
“Kami dan banyak pihak percaya praktik antipersaingan Microsoft telah mengunci pelanggan dan membuat efek negatif yang berdampak pada keamanan, inovasi dan pilihan,” jelas juru bicara itu.
Perwakilan DGA Group, yang disebut disewa Google untuk mendirikan Open Cloud Coalition, tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Uang Rp 96,5 T Buat Bunuh Google
Elon Musk mengumumkan seri pendanaan baru senilai US$ 6 miliar atau setara Rp 96,5 triliun untuk xAI, perusahaan kecerdasan buatan yang dibuat untuk menyaingi OpenAI dan Google Gemini, dkk.
Musk mengatakan pendanaan tersebut akan mendorong xAI menjadi produk AI utama di pasar, membangun infrastruktur canggih, serta menggenjot riset dan pengembangan untuk teknologi masa depan.
Sejauh ini, xAI telah meluncurkan Grok yang cara kerjanya serupa ChatGPT. Grok sudah tersedia di X, namun hanya bisa dipakai oleh pelanggan Premium.
xAI mengatakan pendanaan terbarunya datang dari beberapa sumber. Antara lain Andreessen Horowitz, Sequoia Capital, dan Pangeran Arab Saudi Al Waleed bin Talal.
Pada tahun lalu, dokumen dari SEC menunjukkan xAI sedang mencari pendanaan hingga US$ 1 miliar dalam bentuk investasi ekuitas. Beberapa bulan lalu, The Financial times melaporkan xAI mencari pendanaan US$ 6 miliar.
Google Paling Gencar
Sebagai informasi, hardware untuk menjalankan pengembangan AI membutuhkan biaya mahal.
Kartu grafis AI terbaru dari Nvidia, Blakcwell B200, diprediksi akan dipatok US$ 30.000-40.000 (Rp 482-643 jutaan) per unit.
The Information melaporkan xAI membutuhkan setidaknya 100.000 chip Nvidia H100 untuk menjalankan Grok AI. Musk juga dilaporkan telah mengumbar ke investor bahwa ia akan meluncurkan data center baru pada 2025 mendatang.
Pengembangan AI memang tak murah.
Biaya mahal harus dikeluarkan untuk chip, talenta, dan teknologinya sendiri.
Raksasa teknologi yang berlomba-lomba mengembangkan AI telah keluar duit miliaran dolar AS.
Sebut saja beberapa di antaranya Anthropic, Google, Apple, Amazon, Microsoft, dan Meta.
Google menjadi salah satu yang paling gencar bersaing untuk mendominasi AI melalui rentetan produk Gemini AI. Di saat bersamaan, OpenAI dan Microsoft juga terus-menerus mengeluarkan inovasi baru untuk mempertahankan posisinya.
Lantas, mampukah Elon Musk mengalahkan para ‘raja AI’ tersebut melalui pendanaan terbaru xAI? Kita tunggu saja!